Sabtu, 22 Juni 2013


STUDI ISLAM KONTEMPORER
Judul Buku                  : Studi Islam Kontemporer
Penulis                         : M. Rikza Chamami, MSI
Penerbit                       : Pustaka Rizki Putra
Tanggal terbit              : Desember 2012
Jumlah halaman           : 228
Teks                             : B.Indonesia
Harga Buku                 : Rp.25.000                            

Bab 1
            PASANG SURUT KEBANGKITAN KEBUDAYAAN DAN KEILMUWAN: POTRET DISINTREGRASI ABBASIYAH
            Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad memiliki karakter kebijakan yang dihasilkan dengan mendapatkan stempel agama. Dengan menggunakan gelar-gelar seperti al-Hadi, ar-Rasyid, al-Mu’tashim dan sebagainya. Dinasti ini didirikan oleh keturunanal-Abbas paman Nabi muhammad, Abdullah Al-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Dinasti ini berkuasa dalam kurung waktu yang sangat panjang, sekitar 508 tahun (750 M/ 132 H – 1258 M/ 656 H). Ini artinya bahwa konsolidasi dinasti ini memiliki political will yang benar-benar profesional dan berkiblat pada pendewasan masyarakat dengan melawan dominasi mawalli. Akan tetapi, kekuasaan dinasti ini akhirnyajuga mengalami disintregrasi yang akhirnya juga mengakibatkan pasang surut atas kebangkitan kebudayaan dan keilmuan.
            Tanda-tanda disintregrasi diantaranya adalah: pertama, munculnya dinasti-dinasti kecil di Barat maupun Timur Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi, kedua, perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaihi dari Persia dan saljuk dari Turki di Baghdad, sehingga menjadikan fungsi khilafah bagaikan boneka. Ketiga, lahirnya perang salib antara pasukan islam dengan pasukan salin Eropa.
Bab 2
            KAJIAN KRITIS DIALEKTIKA FENOMENOLOGI DAN ISLAM
            Islam sebagai agama yang diproduk oleh Tuhan tidak mungkin untuk diketahui eksistensi riilnya tanpa keberanian untuk mencarinya. Mencari otentitas Islam dibutuhkan keberanian dengan pendekatan studi agama. Salah satu pendekatan yang mampu membedah wujud Islam adalah dengan  fenomemenologi. Didasarkan pada firman  Allah: “ Dan akan kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap penjuru alam pada diri mereka sendiri...”(QS 43:51). Melalui perenungan penuh cinta kepada Islam, Annemarie Schimmel, seorang ahli fenomenologi asal jerman, menampilkan suatu uraian mendalam tentang bagaimana kaum Muslim seluruh dunia berupaya untuk menangkap dan menguraikan tanda-tanda itu dengan menggunakan pendekatan fenomenologi yang berusaha untuk masuk kejantung agama dengan jalan menalaah lebih dulu fenomena lahiriahnya_ Schimmel menjabarkan aspek-aspek suci yang diletakkan umat islam pada berbagai fnomena seperti batu, air, api, bulan, pepohonan, hewan-hewan, makam, angka-angka, dan lain-lain.  
            Secara etimologis fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indera. Fenomenologi memperhatikan benda-benda yang kongkrit, bukan dalam arti yang ada dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi dalam struktur yang pokok dari benda-benda tersebut, sebagaimana yang kita rasakan dalam kesadaran kita, karena kesadaran kita adalah ukuran dari pengalaman.
            Sebagai temuan dari kegiatan penelitian, penarikan kesimpulan tentang pelaksanaan ajaran yang sifatnya normatif menjadi fenomena yang sifatnya empiris. Pemakaian term fenomena kiranya tidak perlu dikacaukan dengan polemik dalam filsafat Barat yang menelaah hal ini. Fenomenologi memang menunjuk ilmu pengetahuan tentang apa yang tampak (phenomenon). Jadi, seperti sudah tersirat dalam namanya, fenomenologi mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri sehingga dapat disebut fenomenon. Tetapi harus diinget, bahwa pendiri aliran filsafat ini, Edmund Husserl, justru menghendaki sesuatu yang lain sekali.
Bab 3
FILSAFAT MATERIALISME KARL MARK DAN FRIEDRICK ENGELS.
Filsafat seringkali disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan terakhir serta makna terdalam dari realita manusia. Sehingga filsafat tidak mungkin “berdiam diri” atau berhenti di belakang titik tertentu. Filsafat juga dikatakan sebagai seni berfikir. Apalagi sesuai perkembangannya kini, filsafatsudah mulai menjadi idola dalam mendukung proses berfikir dan berinteraksi dengan ilmu.
Karl Mark dan Friedrich Engels yang merupakan tokoh aliran materealisme akan menjawab ketidakpuasan terhadap idealisme maupun positivisme. Karena kedua aliran filsafat itu hanya mampu melahirkan gagasan yang sifatnya abstrak, dan tidak mampu menunjukan kreasi riil berbentuk materi. Oleh mereka, materi dijadikan simbol utama bagi petunjuk realita. Selanjutnya dua tokoh yang dijuluki “Bapak Komunis” ini menjabarkan bentuk filsafat materialisme yang melegitimasi segala bentuk materi sebagai wujud kehidupan.
Materialisme sendiri merupakan sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham materealisme dialektik.
Bab 4
SKEPTISISME OTENTITAS HADITS: KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER
Hadits sebagai bagian dari sumber agama Islam yang disabdakan Nabi, adalah interpretasi dari al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan makna etimologisnya, hadits bisa berarti: Baru, seperti kalimat: “Allah qadim mustahil hadits”; dekat, seperti: “Haditsul ahdi bil Islam”; dan berarti khabar, seperti: “Falya’tu bi haditsin mitalihi”. Sehingga dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti: segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad saw (af’al, aqwal, dan taqrir). Pengertian hadits di atas identik dengan sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam al-Qur’an: “Sunnata man qad arsalna (al-Israa:77).
Pemahaman sebagaimana lazimya hadits ternyata masih diragukan bagi kalangan di luar Islam, bahwa hadits sebagai sabda Nabi yang bersifat suci. Hadits bagi mereka dipahami hanya sebatas “rekayasa” kelompok tertentu untuk kepentingan politik dengan kedok sabda Nabi. Diantara kalangan orientalis yang masih meragukan eksistensi hadits, diantaranya adalah: Ignaz Goldziher (1921 M), Joseph Schacth (1969 M)dan G.H.A Juynboll. Mereka melontarkan kritik keras terhadap hadits. Mereka menggangap bahwa kritik hadits bukan murni dari kalangan Islam, tapi datang dari para orientalis Barat yang berusaha mengkritik otoritas (contoh-contoh normatif) Nabi Muhammad SAW.
Goldziher adalah seorang orientalis ahli tafsir dan hadits yang berasal dari Hongaria berkebangsaan Jerman. Selain sebagai orientalis, dia juga sebagai kritikus hadits yang menyatakan bahwa hadits bukan murni pernyataan Nabi tapi hadits sebagian besar adalah hasil dari perkembangan politik dan kemasyarakatan abad I dan II hijriyyah. Pun demikian, dia tidak semata-mata mementahkan sumber keislaman, ia masih mengakui bahwa hadits sebagai sumber ajaran Islam.
Tidak dipungkiri, kritik hadits yang dilakukan para orientalis itu tidak sama dengan apa yang dilakukan para ulama. Dalam membuat kritik hadits, Goldziher masih memilah antara hadits dan sunnah. Ia menyatakan bahwa hadits bermakna suatu disiplin ilmu teoritis dan sunnah adalah kopendium aturan-aturan praksis. Satu-satunya kesamaan sifat antara keduanya adalah adanya bahwa keduanya berakar turun-temurun. Dia menyatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang muncul dalam ibadah dan hukum, yang diakui sebagai tata cara kaum Muslim pertama yang dipandang berwenang dan telah pula dipraktekan dinamakan sunnah atau adat/kebiasaan. 
Ada hikmah dibalik skeptisisme otentitas hadits yang didendangkan oleh Goldziher, bahwa umat islam hendaknya harus tergugah semangatnya untuk meneliti keaslian hadits secara ilmiah, tidak hanya percaya dengan doktrinasi agama yang sifatnya normative dan persuasive. Sehingga hadits dipandang sebagai sesuatu yang sakral yang “sudah pasti” jelmaan firman tuhan yang ditransfer lewat Muhammad, sehingga secara tiba-tiba otentik dan tidak bisa dirubah.
Bab 5
  TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ AHLUL MADINAH
Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam ishtimbat hukum merupakan masalah yang sangat penting untuk dikaji. Hal ini dikarenakan begitu banyak para ulama’ yang berbeda pendapat dalam menetapkan suatu hukum Islam. Perbedaan ini tidak hanya terjadi sekarang tetapi sejak zaman sepeninggal Nabi Muhammad SAW karena hanya beliaulah yang dapat langsung menanyakan kepada Allah hal-hal yang kurang jelas. Tetapi sepeninggal beliau tidak ada lagi yang dapat dijadikan petunjuk secara benar dan pasti.
Para sahabat Nabi berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk menjawab segala permasalahan yang timbul, tetapi perbedaan memang tidak bisa dielakkan. Perbedaan terjadi hingga masa ke masa hingga melahirkan madzab besar maupun madzab kecil yang kita kurang mengenalnya. Nabi sendiri pernah bersabda bahwa suatu saat umatnya akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Hal ini menandakan bahwa memang akan terjadi perbedaan pendapat pada kaum Islam. Madzab ahlul Madinah dipelopori oleh fuqoha’al-sab’ah diantaranya: Sa’ad bin Musayyab, Urwah bin Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman, Ubaidillah bin Abdullah, Khorijah bin Zaid, Al-Qasim bin Muhammad, Sulaiman bin Yasar.
Dua madzhab besar dalam hukum Islam adalah ahlul Hadits dan ahlul Ra’yi yang pada akhirnya melahirkan Madzhab Syafi’i, Madzhab Maliki, Madzhab Hambali, dan Madzhab Hanafi. Ahlul hadits sendiri merupakan sekelompok orang yang berorientasi pada nash al-Qur’an dan as-Sunnah serta asar yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan oleh sahabat dalam menetapkan hukum, dengan menggunakan al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas, serta ahlul hadits dalam istimbath hukum. Madzhab dari ahlul hadits sendiri menggunakan Madzhab Syafi’i, madzhab maliki dan madzhab Hambali.
Untuk ahlul Ra’yi sendiri merupakan sekelompok orang yang dalam penggunaan  akal dalam berijtihad melebihi sikap yang dianut oleh para ahlul Hadits dan kelompok ahlul Ra’yi sering mendahulukan pendapat akal dari pada hadits-hadits ahad. Ra’yu dan ijtihad dapat digunakan dalam menghadapi masalah yang tidak ada nashnya baik dalam al-Qur’an maupun sunnah Nabi Muhammad SAW. Madzahab yang lahir dari golongan ini adalah madzhab Hanafi.
Bab 6
POSTMODERNISME: REALITAS FILSAFAT KONTEMPORER
Arus posmodernisme, yang merupakan respon keras atas modernisme, selama dua tiga dekade belakangan begitu hebat mewarnai dan mempengaruhi diskursus intelektual di negeri ini. Tapi ternyata posmodernisme di beberapa negeri tidak hanya menjadi satu masalah saintifik atau filosofis saja. Dengan cara-cara tertentu, posmodernisme juga diadopsi untuk digunakan sebagai alat menghadapi berbagai persoalan keseharian. Yang diberikan zaman posmodernis pada kita melalui definisinya adalah potensi, kemungkinan, visi tentang keselarasan melalui pemahaman. Dalam teori, dalam postur, bahkan melalui logika, asal-muasalnya, posmodernisme menganjurkan toleransi dan ‘laissez-faire’. Untuk masing-masing, miliknya sendiri. Ini tidaklah demikian dalam praktik.
Post-modernisme identik dengan dua hal, diantaranya pertama, post-modernisme dinilai sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern. Sebab kata post atau pasca sendiri secara literal mengandung pengertian ‘sesudah’. Dengan begitu modernisasi dipandang telah mengalami proses akhir yang akan segera digantikan dengan zaman berikutnya, yaiutu post-modernisme. Kedua, post-modernisme dipandang sebagai gerakan intelektual yang mencoba mengguagat, bahkan mendekonstruki pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam bingkai paradigma pemikiran modern. Gerakan postmodernisme telah merambah ke berbagai bidang kehidupan, termasuk seni, ilmu, filsafat, dan pendidikan.
Bab 7
POTRET METODE DAN CORAK TAFSIR AL-AZHAR
Agama memang sangat membutuhkan tafsir untuk memudahkan umatnya memahami makna pesan Tuhan dalam kitab sucinya. Pemahaman tafsir itu pulalah yang akhirnya harus membuka kajian konseptual dalam historis. Secara konseptual, agama dapat dikatakan sebagai “komunitas tafsir”, sehingga kajian terhadap agama itu pada dasarnya adalah penafsiran terhadap tafsir.
Sementara secara hitoris, agama merepresentasikan adanya keragaman penafsiran yang sangat erat berkaitan dengan latar belakang historis masing-masing pandangan; bahkan sering terjadi ketegangan dalam agama, misalnya antara kalangan yang berpola pikir liberal dan yang berpola pikir ortodok, dimana tentunya edua kalangan ini memiliki pola penafsiran yang berbeda terhadap agama mereka. Salah satu tafsir yang terbit di Indonesia adalah Tafsir al-Azhar karya Hamka. Ia adalah seorang pemikir muslim progresif dan tokoh Muhammadiyah yang rela berkorban dalam memperjuangkan Islam hingga dia dipenjara. Namun msuknya dia ke penjara bukan menjadi hambatan dalam berkarya, justru di dalam sel kala itu ia menyelesaikan penulisan Tafsir Al-Az-har.
Tafsir Al-Azhar adalah salah satu tafsir karya warga Indonesia yang dirujuk atau dianut dari tafsir Al-Manar karya Muhammad Abdu dan Rasyid Ridla.
Bab 8
DISKURSUS METODE HERMENEUTIKA AL-QUR’AN
Guna memahami Islam secara menyeluruh persoalan historis-sosiologis dan semiotis-kebahasaan seharusnya memperoleh perhatian lebih dahulu sebelum memusatkan diri pada kajian teologis. Kecenderungan umat Islam pada saat ini lebih suka mengkonsumsi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari secara langsung ketimbang memandangnya terlebih dahulu dengan metode studi ilmiah kontemporer. Maka diperlukan format dan bentuk dari visi intelektualitasnya dengan mengapresiasikan metode hermeneutika.
Hermeneutika digunakan sebagai jembatan untuk memahami Islam secara exhautive (menyeluruh), baik dari persoalan historis-sosiologis dan semiotis-kebahasaan. Hermeneutika sendiri mempunyai banyak arti, namun pada intinya hermeneutika adalah salah satu diantara teori dan metode menyingkap makna tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa tanggungjawab utama dan pertama dari hermeneutika adalah menampilkan makna yang ada dibalik simbol-simbol yang menjadi objeknya. Islam sebagai agama yang dikembangkan dengan teks al-Qur’an juga membaca untuk kita dekati dengan metode hermeneutik- agar mendapatkan otentitas the message of Good.
Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenai istilah al-tafsir, al-ta’wil dan al-bayan. Dapatr digariskan bahwa hermeneutika al-Qur’an adalah salah satu metode untuk membedah kandungan makna ayat Allah ini dengan menyesuaikan konteks dan membuat ayat itu semakin kontekstual. Sehingga yang muncul adalah dialog al-Qur’an antara teks dan konteks.
Bab 9
JAWA DAN TRADISI ISLAM
PENAFSIRAN HISTROGRAFI JAWA MARK R WOODWARD 
Mark R. Woodward, seorang Profesor Islam dan Agama-agama Asia Tenggara di Arizona State University merupakan sosok yang sangat tegas menyatakan bahwa Islam Jawa adalah Islam, ia bukan Hindhu atau Hindhu-Budha, sebagaimana dituduhkan oleh Geertz dan sejarawan-antropolog lainya. Bagi dia, Islam jawa adalah unik, bukan karena ia mempertahankan aspek-aspek budaya dan agama pra-Islam, tetapi karena konsep sufi mengenai kewalian, jalan mistik dan kesempurnaan manusia diterapkan dalam formulasi suatu kultus keraton (imperial cult).
Salah satu ciri islam Jawa yang dikatakan oleh Mark r. Woodward adalah kecepatan dan kedalamanya mempenertrasi masyarakat Hindhu-Budha yang paling maju. Mark juga sangat kritis terhadap karya Geertz. Mencari titik temu antara agama (Islam) dengan kultur (Jawa) menyimpan kekhawatiran laten akan berkurangnya otentitas dan kemurnian ajaran agama itu. Masalah lain adalah perlunya mencari jalan keluar bagaimana bisa membangun suatu praktik keagamaan yang terbuka, egalitarian, namun tidak mengorbankan otentitas suatu agama.
Bab 10
            REINTERPRETASI PROFIL PERADABAN ISLAM
Peradaban dan perubahan merupakan dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena manusia merupakan pelaku utama kegiatan untuk membangun peradaban itu. Peradaban modern yang ada saat ini identik dengan iklim politik dominasi, kemajuan dan lompatan ilmu pengetahuan, ketergantungan teknologi serta penyebaran sumber-sumber ekonomi melalui imperialisme, eksplorasi, dan eksploitasi. Kini, manusia telah terlena dalam kehidupan teknologi, mendewakan teknologi atau lebih tepatnya menurut istilah John Naisbitt, manusia tengah mabuk teknologi.
Selain integrasi politik dan ekonomi, peradaban modern (Barat) juga melakukan invasi intelektual ke dalam masyarakat Muslim melalui sistem pendidikan yang diberlakukan mereka, yaitu dengan dimasukkanya ilmu yang bebas nilai dengan model dan gaya Barat. Sayang, tidak sedikit masyarakat Muslim yang menjadi korban gagasan ilmu bebas nilai ini. Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, telah membawa bangsa Arab, pada waktu itu, membina suatu kebudayaan dan peradaban yang signifikan bagi perkembangan manusia hingga saat ini. Profil peradaban Islam paling tidak terlihat dengan daerah-daerah yang berada di kawasan Timur Tengah yang menjadi pusat peradaban Islam. Yaitu: Baghdad yang berada di Irak, Kairo yang berada di Mesir, Isfahan yang berada di Persia dan Istambul yang berada di Turki. Disanalah gudangnya para ilmuwan muslim yang tersohor dengan penemuanya, seperti al-Farabi, Ibnu sina, al-Razi, Ibnu Rusyd, al-Ghozali dan masih banyak lagi.
Karena kelengahan umat Islam, kejayaan akhirnya runtuh yang ditandai dengan hancurnya dinasti Abbasiyah dengan dibakarnya perpustakaan terbesar oleh pasukan Mongol sehingga menjadi lautan hitam. Dari pengalaman sejarah ini, islam harus berjuang, bangkit untuk mengembalikan kejayaan peradaban Islam yang dulu pernah diraih oleh para cendekiawannya, dengan banyak membaca dan menimba ilmu pengetahuan supaya umat Islam tidak dipandang sebelah mata oleh dunia Barat.
Kemampuan untuk merekonsiliasikan diri secara kreatif dan cerdas dengan berbagai tantangan perubahan global tersebut, tentu akan menciptakan tekstur peradaban islam yang progresif, liberatif, dan toleran. Perjalanan membangun komunitas muslim yang inklusif, kreatif, dan berkarakter kosmopolit tentunya bukan perjalanan mudah. Jalan terjal, berliku, mendaki merupakan tantangan yang harus dihadapi. Yakinlah, jaringan komunikasi intercultural dengan peradaban lain akan menyemai benih-benih keterbukaan, dan perubahan di dalam masyarakat Islam.
Dari ulasan dalam buku Studi Islam kontemporer ini, tentunya ada kelebihan dan kekurangan. Menurut saya, untuk kelebihan buku ini terletak pada diksi atau penggunaan bahasa yang mudah dipahami pembaca. Serta rincinya pembahasan yang disajikan penulis dalam perbabnya. Buku ini akan lebih baik jika di masukkan kata kunci dari setiap kata yang asing agar lebih mudah dipahami bagi pembaca khususnya orang awam. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan buku yang ada, buku ini sagat bagus dibaca karena mengandung sumber informasi yang lengkap mengenai studi islam kontemporer sendi yang akan bermanfaat bagi para pembaca.
  

Selasa, 11 Juni 2013

aku tak ingin jadi lilin..menerangi tapi dirinya terbakar,


perjalanan hidup....

Sahabat Hati: Add caption       Akankahsemua akan berakhir indah...: Add caption         Akankah semua akan berakhir indah atau seballiknya?aku tak ingin berharap banyak, semua memang indah tapi pada keny...
Add caption

       Akankah semua akan berakhir indah atau seballiknya?aku tak ingin berharap banyak, semua memang indah tapi pada kenyataanya semua lebih menyakitkan. Ingin rasanya mengabaikan,, ingin rasanya menutup mata...agar aku tak mampu melihat semu indahnya. Tuhan...tunjukkan aku jalan keluar. Aku tak ingin terbelenggu dalam rasa ini, bangunkan aku bila mungkin selama ini aku tertidur dalam mimpi panjang.
     Aku bagai ombak di lautlepas, terbelenggu tak mampu lepas..terombang-ambing dan tak mampu berlari pergi. Mungkin juga aku bagai debu di padang pasir...Sesakitt inikah y rabb* hamba hanya ingin bahagia...rencanaMu tak bisa kutebak, tapi hamba yakin pada akhirnya semua akan indah.     Aku telah banyak merasakan sakit, aku telah banyak mengalah untuk sebuah keadaan, aku telah banyak mengeluarkan air mata dari sulitnya senyum. Kapan aku bebas meraskan bahagia yang sejati? Dimana sebenarnya bahagia itu, apakah aku bisa merasakannya......aku ingin bahagia, aku ingin tersenyum.**hidup memang indah, tapi bagi mereka yang mampu merasakan keindahannya. Bintang memang indah, tapi tidak bagi mereka yang sibuk dengan hati resahnya. Sungguh teka-teki hidup memang penuh misteri, bahkan untuk tahu 5menit yang akan datang kita tak pernah tahu apa yang akan  terjadi pada kita, jg pda perasaan kita. 

Senin, 27 Mei 2013

Add caption

kehidupan  memang laksana air, akan terus melewati tepian sungai...terjalan batu, juga rerumputan yang kadang menghalangi.
Hidup pun demikian*,,
melewati setiap detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun.
melewati tawa, canda, sedih, bahagia..
semua ada dan tak bisa ditangguhkan datangnya.
,mungkin inilah sebuah dinamika..
Dinamika kehidupan_^^ munghkin juga sebuah ujian dariNya
mengapa dalam hidup kadang ada masalah,?
ada bahagia tapi hanya sekejap,
ada kesedihan tapi kadang berlarut,
ada perpisahan yang kadang tak didinginkan,
TUHAN kita benar2 tak tidur..
kapanpun, dimananpun Ia akan slalu ada ....
sakitnya kita karna jatuh,
sedihnya kita karna kehilangan,
dan bahagianya kita karna tawa.

^^Sadarlah kalau semua adalah punyaNya. Zat Maha kuasa dan Maha Besar bagi MakhlukNya

Song lyric translation (Mother how are you today)


Mother, how are you today?
Bunda, bagaimana kabarmu hari ini?
Here is a note from your daughter
Ini pesan dari putrimu
With me everything is ok
Dan kabarku baik-baik saja
Mother, how are you today?
Bunda, bagaimana kabarmu hari ini?
Mother, don't worry, I'm fine
Bunda, jangan kuatir, kabarku baik
Promise to see you this summer
Ku janji akan menemuimu musim panas nanti
This time there will be no delay
Kali ini takkan tertunda lagi
Mother, how are you today?
Bunda, bagaimana kabarmu hari ini?

Verse

I found the man of my dreams
Kutemukan pria yang kuidamkan
Next time you will get to know him
Lain waktu kau kan mengenalnya
Many things happened while I was away
Banyak yang terjadi saat aku pergi
Mother, how are you today?
Bunda, bagaimana kabarmu hari ini?

Selasa, 07 Mei 2013


PENDEKATAN TEKS STUDY ISLAM
MAKALAH
Di susun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Pengantar Study Islam (PSI)
Dosen pengampu : M.Rikza Chamami,MSI


Disusun oleh :
1)                  Abdul Halim                           (093811011)
2)                  Kurnia Fatmawati                   (123911057)
3)                  Lailatul Isnaini                        (123911058)
4)                  Nailur Rahmah                        (123911073)
5)                  Fina Amrina Rosyada             (123911123)




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO (IAIN WALISONGO)
SEMARANG
TAHUN  2013
PENDEKATAN TEKS STUDY ISLAM





I.         PENDAHULUAN
Studi Islam sebenarnya merupakan kajian keilmuan yang telah lama. Ia ada bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah studi Islam secara praktek. Tetapi studi Islam sebagai Ilmu yang tersusun secara sistematis, ilmiyah, dan dibangun sebagai sebuah ilmu yang mandiri baru muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Gelombang perhatian, terhadap agama belakangan ini meningkat tajam. Agama yang dalam kerangka positivisme disertakan dengan mitos dan karenanya diramalkan akan tenggelam dilibas kekuatan ideology dan ilmu pengetahuan, ini kian menunjukkan nyalanya. Perhtian terhadap agama bukan saja berwsifat teologis, yakni dengan meningginya minat menjalani kehidupan yang diyakini berlandaskan ajaran suatu agama yang kini terkenal dengan istilah kebangkitan Agama-agama.
Semangat ini tidak bersifat local tetapi global, membentang dari timur hingga kebarat. Kenyataan ini pada gilirannya mendorong minat ilmiyah terhadap agama. Pendekatan terhadap agama tidak lagi sebatas teologis, setudi perhubungan agama, atau sejarah agama-agama, tetapi telah meluas ke disiplin ilmu-ilmu humaniora lain.
 Secara lebih terperinci, dalam dalam mempelajari suatau agama, ada lima bentuk fenomena agamma sebagai bentuk kebudayaan yang perlu untuk diperhatikan. Lima hal tersebut adalah : 1. Naskah-naskah (scripture), teks, atau sumber ajaran, dan simbol-simbol agama. 2. Sikap, perilkau, dan penghayatan para penganut agama. 3. Ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat agama. 4. Alat-alat atau saran peribadatan. 5. Lembaga atau organisasi keagamaan.
Salah satu fenomena diatas adalah membahas terkait naskah, atau teks, sebagai sumber ajaran Islam, dewasa ini lajian mengenai hal tersebut, mulai menjadi sudut pandang tersendiri. Ada berbagai pendekatan yang digunakan adalam memahami dan menafsirkan teks studi Islam.

II.      RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana yang telah kami paparkan dalam pendahuluan diatas, maka kami dari penulis akan mencoba memaparkan, terkait berbagai pendekatan dalam memahami atau menafsirkan teks studi Islam, karena hal ini merupakan hal yang hakiki untuk merumuskan langkah selanjutnya. Rumusan masalah yang nantinya akan kami bahas yaitu :
A.    Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Normatif?
B.     Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Semantik?
C.    Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Filologi?
D.    Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Hermeneutika?
E.     Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Wacana?

III.   PEMBAHASAN
A.    Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Normatif
Kata Normatif berasal dari bahasa inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kata norma selanjutnya masuk ke dalam kosakata bahasa indonesia dengan arti antara lain ukran untuk menentukan sesuatu atau ugeran[1].
Melihat isi yang tercakup dalam pengertian norma sebagaimana tersebut di atas, maka norma erat hubungannya dengan akhlak, yaitu serangkaian perbuatan yang dinilai baik dan buruk oleh tuhan yang kemudian mempengaruhi tingkah laku manusia.
Selanjutnya, karena akhlak merupakan inti atau jiwa dari agama bahkan inti ajaran Al-Qur’an, maka norma sering di artikan pula agama. Karena agama tersebut berasal dari Allah, dan sesuatu dari Allah pasti benar adanya, maka norma tersebut juga di yakini pasti benar adanya, tidak boleh dilanggar, dan wajib dilaksanakan.
Uraian tentang ruang lingkup atau isi akhlak yang berasal dari agama telah dibcarakan par ulama. Mushafa al-Adawy, dalam kitabnya fikih akhlak misalnya membahas isi akhlak yang berkaitan dengan pengawasan Allah dan berbuat menggapai ridho-Nya, menyebarkan kedamaian, memberikan hadiah, memaafkan orang, keadilan, kemuliaan, membela diri, serta tidak mengharapkan milik orang lain. Syaikh Abu Bakar al-Jazair, dalam bukunya mengenal Etika & Akhlak Islam,menguraikan tentang etika dalam niat, sikap terhadap Allah, sikap terhadap Al-Qur’an, terhadap Rosulullah SAW, terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, dalam persahabatan, dalam duduk dan ketika dalam pertemuan, ketika makan, sebagai tuan rumah, dalam perjalanan, berpakaian, dan membersihkan[2].  
Pendekatan agama secara normatif ini, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
1.    Ajaran Nomatif Perenialis dalam Pendidikan Islam
Pada uraian di atas telah dinyatakan, bahwa ajaran yang bersifat normatif yang bersumber dari ajaran agama-agama di dunia termasuk agama Islam, merupakan ajaran yang menyelamatkan manusia dari keterpurukan hidup dan kesesatan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat modern saat ini. Mereka memerlukan pencerahan kembali melalui ajaran normatif perenealis yang terdapat dalam agama.
Pendidikan Islam, sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya, diharapkan dapat ikut menyelesaikan permasalahan tersebut di atas dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai normatif perenialis tersebut kedalam konsep dan praktik pendidikan Islam.
Usaha untuk menjadikan Islam, dengan sumber utamanya Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sebagai dasar bagi pengembangan Ilmu Pendidikan Islam sesungguhnya sudah dilakukan sejak zaman klasik. Para ulama di zaman klasik secara implisit,  yakni secara langsung dan tidak langsung dalam judul khusus pendidikan islam, melainkan menyelinap atau terintegrasi ke dalam pembahasan mereka dalam berbagai disiplin ilmu dan keahlianya. Para mufasir, misalnya, ketika menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan ketinggian derajat ulama (QS Al-Fatir, 27), kemuliaan orang yang beriman dan berilmu pengetahuan (QS Ai-Mujadilah ayat11), perintah membaca dan menulis (QS Al-Alaq, 1-5), pengajaran tuhan kepada Nabi Adam dan kepada para Nabi lainya hingga Nabi Muhammad SAW. (Al-Baqoroh 12-14, Al-Alaq) dan sebagainya secara tidak langsung telah berbicara tentang pendidikan.
Demikian pula ketika para ahli hadis membahas hadis-hadis yang berkaitan dengan kuwajiban menuntut ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat, atau hingga kenegeri cina,  kuwajiban menuntut ilmu bagi setiap muslimin dan muslimat, kedudukan dan kemuliaan orang yang memiliki ilmu dibandingkan orang yang tidak memiliki ilmu, manfaat ilmu pengetahuan, akhlak yang harus di miliki oleh orang yang mengajar dan menuntut ilmu pengetahuan, dan sebagainya adalah merupakan pembahasan pendidikan Islam dengan menggunakan pendekatan normatif perenialis.[3]

B.     Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Semantik
Semantik berasal dari Bahasa Yunani  semantikos,yang berarti memberikan tanda, penting, dari kata sematanda adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa,kode, atau jenis representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh agen atau komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu.
Kemunculan semantik sebagai bagian dari linguistik yang dimunculkan oleh “Braille” di akhir abad 19 – ini masih menjadi perdebatan terhadap munculnya semantik sebagai disiplin ilmu makna – dengan judul tesisnya Essai de Semantique merupakan suatu perkembangan terhadap kebutuhan makna dalam ilmu kebahasaan.Semantik melakukan upaya pemaknaan terhadap simbol-simbol teks yang berakar dari teks itu sendiri. Pembagian pamahaman makna dalam semantik disajikan dengan beragam latar belakang, mulai dari makna dalam perbedaan suara (fonetik), makna dalam perbedaan gramatikal, makna dalam perbedaan leksikal, dan makna dalam perbedaan sosiolinguistik. Sedangkan pada proses berikutnya semantik lebih memahami pada kontekstulitas teks untuk menghasilkan sebuah makna. Dalam semantik, pergulatan dalam analisa makna suatu teks terus berkembang hingga saat ini, baik yang menganalisa dari unsur leksikal, gramatikal, maupaun kontekstual. Masing-masing memiliki daya analisa yang sambung, yang tidak dapat dilepaskan dalam kajian semantik.
Pendekatan semantik dalam menafsirkan al-Qur’an lebih nampak pada pemaknaan yang mereposisikan teks al-Qur’an pada tekstualitas dan kontekstualitasnya. Selanjutnya semantik sebagai bagian dalam ilmu kebahasaan memberikan daya tambah terhadap dimensi bahasa dan makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Toshihiko Izutsu lebih jauh mengglobalkan pemaknaan al-Qur’an dalam dimensi makna dasar dan makna relasional. Analisa ini mempunyai kecenderungan pemaknaan yang sangat luas dari segala dimensi pembentukan ayat-ayat al-Qur’an. Satu sisi semantik memang memiliki daya teori yang mampu mengungkap makna teks yang lebih tanyeng. Ini membuktikan bahwa antara semantik dan al-Qur’an sama-sama memiliki karakteristik  penganalisisan. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang membawa segala simbol yang menyertai teksnya, baik secara idiologi, kesejarahan, norma, dan segala segmen kehidupan kemanusiaan yang terkandung dalam al-Qur’an. Sedangkan semantik secara disiplin keilmuan membentangkan analisa teks yang sangat khusus sebagai ilmu bantu bahasa.
C.    Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Filologi
Secara etimologi, filologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Philos dan Phileinyang berarti cinta dan logos berarti kata. Pada kedua kata itu membentuk arti cinta kata atau senang bertutur. Makna ini kemudian berkembang menjadi senang belajar atau senang kebudayaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Filologi berarti ilmu tentang perkembangan ilmu kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau tentang kebudayaan berdasarkan bahasa dan sastranya.
Secara terminologis disebut sebagai ilmu yang mempelajari bahasa, budaya dan sejarah suatu bangsa melalui bahan tertulis. Dewasa ini istilah filologi diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki masa kuno dari nilai berdasarkan naskah-naskah tertulis, walaupun ahli filologi akhir-akhir ini mulai menyadari bahwa sedikit pengetahuan tentang linguistik umum, sudah bermanfaat bagi usaha mereka. Ilmu filologi tidak sama dengan ilmu linguistik. Jadi ahli bahasa Jawa kuno misalnya atau ahli bahasa Melayu klasik, tak perlu menjadi spesialis linguistik umum. Demi untuk penelitian filologi, sedikit pengetahuan tentang linguistik umum sudah memadai.
Dari sini filologi dipergunakan pula sebagai sebutan untuk ilmu bahasa sebelum De Saussure dan juga sesudahnya, terutama di Inggris poada abad ke 19, para ahli bahasa sering menyelidiki masa lalu bahasa tertentu dengan tujuan untuk menafsirkan naskah kuno. Dalam menafsirkan naskah kuno tersebut, dilakukan pula penyelidikan berbagai hubungan antara bangsa yang serumpun.
Pendekatan filologi juga dapat dikatakan sebagai aliran utama dalam kajian keislaman  modern. Tidak sedikit sarjana Barat yang melakukan kajian teks dan manuskrip Islam, khususnya dalam bahasa Arab, yang tersebar dan tersimpan si perpustakaan-perpustakaan, baik di kawasan Islam maupun di kawasan Barat sendiri. Berbicara filologi berarti kita berbicara mengenai teks. Pembahasan tentang teks akan terkait dengan pengarangnya. Menyadari teks dan pengarangnya saling bertautan, namun jarang sekali teks dan pengarangnya saling bertautan, namun jarang sekali keduanya hadir bersama-sama dihadapan kita sebagai pembacanya, dalam setiap pemahaman dan penafsiran sebuah teks, faktor subjektifitas pembaca sangat berperan. Oleh karena itu, membaca dalam pandangan Komaruddin Hidayat berarti juga menafsirkan.
Ketika teks hadir dihadapan kita, teks menjadi berbunyi dan berkomunikasi hanya ketika kita membacanya dan membangun makna berdasarkan sisitem tanda yang ada. Jadi, makna itu berada dalam teks, dalam otak pengarang, dan dalam benak pembacanya. Ketiga variabel itu, yaitu the world of the text, the world of the author, dan the world of the reader, masing-masing merupakan titik pusaran tersendiri meskipun kesemuanya saling mendukung__bisa juga sebaliknya, membelokkan__dalam memahami sebuah teks. Inilah sebagian persoalan dalakajian Islam dengan pendekatan filologis.

D.    Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Hermeneutik
Kata hermeneutik berasal dari kata kerja yunani hermeneuin, yang berarti mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau bertindak sebagai penafsir. Munculnya hermeneutik bertujuan untuk menunjukkan ajaran tantang aturan-aturan yang harus di ikuti dalam menafsirkan sebuah teks dari masa lampau, khususnya teks kitab suci dan teks klasik (yunan dan romawi).[4] Hermeneutik di butuhkan karena teks merupakan symbol yang mengandung makna ketika dilihat oleh pembaca, karena pada saat itu pembaca di sudutkan pada dua kondisi yang berbarengan yaitu akrab atau kenal (familiar),dan asing (alien) dengan teks.
Dalam perkembanganya hingga sekarang ini hermeneutik minimal mempunyai tiga pengertian.
Pertama,dapat di artikan sebagai peralihan dari sesuatu yang relative abstrak.(ide dan pemikiran) ke dalam bentuk ungkapan –ungkapan yang konkrit. (bahasa).
Kedua, terdapat usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak di ketaui dalam bahasa lain yang bisa di mengertioleh sang pembaca.
Ketiga, ungkapan dalam bentuk yang belum jelas yang di pindahkan dalam bentuk ungkapan yang lebih jelas.[5]
Dalam studi hermeneutik, unsur interpretasi merupakan kegiatan yang paling penting. Sebab, interpretasi merupakan landasan bagi metode hermeneutik. satu hal penting yang harus di pahami bahwa cara kerja interpretasi bukanlah di lakukan secara bebas dan semau interprener. kerja interpretasi harus dilakukan denga bertumpu pada kerja evidensi objectif, yakni bertolak dari fakta bahwa sebagian besar perbendaharaan ilmu social terdiri atas konsep tindakan, yang di lakukan degan tujuan sedemikia rupa sehinga seseorang dapat bertanya, apa arah, maksud, dan tujuan, atau kehendak yang di maksudkan oleh seseorang tersebut.[6]
Selain usur di atas, unsur lain dalam hemeneutik yang di butuhkan pula adalah bagaimana mengungkap makna sebuah teks asing. Teks memang mempunyai sistemmakna tersendiri dan menyuarakan sejumlah makna. Namun teks hanyalah sebuah tulisan yang belum tentu mewakili pikiran si penulis secara akurat. Oleh karna itu, dalam memperoleh makna yang sebenarnya dalam sebuah teks di butuhkan perhatian secara serius untuk mempertimbangkan beberapa variabel yang ada. Ada tiga variable yang berpran saat proses mengartikan, menerjemahkan, dan menafsirkan pada sebuah teks. Teks menjadi komunikatif bila tiga variable ini di perhatikan, yaitu: the world of teks, the world of author, the world of reader.[7]
Dalam konteks studi islam, hermeneutik biasanya di pahami sebagai sebentuk ‘’ilmu tafsir’’, yang mendalam dan bercorak filosofis. Istilahhermeneutik sendiri dalam sejarah ilmu keilmuan islam, khususnya tafsir al-Qur’an klasik, memang tidak di temukan. Namun demikian, sebagaimana di jelaskan oleh Farid Essack, praktek hermeneutik sebenarnya telah di lakukan oleh umat islam sejak lama, khususnya saat menghadapi al-Qur’an. Buktinya adalah:
Pertama, problema hermneutik itu senangtiasa dialami dan dikaji meski tidak ditampilkan secra devinitif terbukti dengan adanya kajian asbabul-nuzul dan nasakh-mansukh.
Kedua, perbedaan atara komentar-komentar yang actual terhadap al Qur’an (tafsir) dengan aturan, teori,atau metode penafsiran yang di bentuk dalam ilmu tafsir.
Ketiga, tafsir tradisional itu selalu di masukkan dalam katagori-katagori, misalnya tafsir tafsir syi’ah, tafsir mu’tazilah, tafsir hukum maupun tafsir filsafat. Yang kemudian hal ini menunjukan adanya kelompok-kelompok tertentu yang bebeda ideology pula.[8]
Contoh pendekatan hemeneutik dalam studi islam adalah: analisis operasional hermeneutik dalam tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan tafsir Al-Azhar karya Hamka yang di lakukan oleh Fakhrudin Faiz.

E.     Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Wacana
Pendekatan wacana lebih umum disebut analisis wacana. Analisis ini digunakan untuk melacakdan menganalisis historitas lahirnya konsep lengkap dengan latar belakangnya. Teori yang umum digunakan dengan pendekatan ini adalah teori Arkeologi Ilmu Pengetahuanyang ditawarkan Michael Foucault (1926-1884).
            Wacana dalam perspektif ini dimaknai sebagai : Pengucapan-pengucapan yang kompleks dan beraturan, yang mengikuti norma atau standar yang telah pasti dan pada gilirannya mengorganisasikan kenyataan yang tak beraturan. Norma atau standar itu, lebih jauh lagi dianggap ikut menyusun perilaku-perilaku manusia yakni dengan cara memasukkan episode-episode penampilan tertentu dalam kategori-kategori politik, sosial, atau hubungan sosial lainnya (Saphiro dalam Latif, 1996:81).
Pandangan Saphiro ini menyiratkan bahwa kaidah, norma atau standar (dalam hal ini sintaksis dan semantik) sangat menentukan nilai suatu wacana. Secara lebih sederhana, Crystal dan Cook dalam Nunan (1993) mendefinisikan discourse atau wacana sebagai unit bahasa lebih besar daripada kalimat, sering berupa satuan yang runtut/koheren dan memiliki tujuan dan konteks tertentu, seperti ceramah agama, argumen, lelucon atau cerita. Walaupun tidak setegas Saphiro, Nunan melihat pentingnya unsur-unsur keruntutan dan koherensi sebagai hal yang penting untuk menilai sebuah wacana. Sementara Lubis secara lebih netral (2004:149) mendefinisikan wacana/diskursus sebagai 'kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis atau diucapkan atau dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda'. White (dalam Lubis, 2004:149) mengartikannya sebagai 'dasar untuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta dalam masalah-masalah yang dibahas, dan untuk menentukan apa yang sesuai untuk memahami fakta-fakta yang kemudian ditetapkan'. Tidak seperti yang lain White melihat wacana lebih sebagai sebab daripada sebagai akibat atau produk.
Dengan pemahaman wacana seperti tersebut di atas, Nunan 1993 menyatakan bahwa analisis wacana adalah studi mengenai penggunaan bahasa yang memiliki tujuan untuk menunjukkan dan menginterpretasikan adanya hubungan antara tatanan atau pola-pola dengan tujuan yang diekspresikan melalui unit kebahasaan tersebut.Analisis wacana model Nunan ini dilakukan melalui pembedahan dan pencermatan secara mendetil elemen-elemen linguistik seperti kohesi, elipsis, konjungsi, struktur informasi, thema dsb untuk menunjukkan makna yang tidak tertampak pada permukaan sebuah wacana. Misalnya sebuah percakapan yang secara fisik tidak memiliki cohesive links sama sekali dapat menjadi wacana yang runtut dalam konteks tertentu, sementara suatu kelompok kalimat yang memiliki cohesive links justeru tidak atau belum tentu menjadi wacana yang runtut, hingga dapat disimpulkan bahwa eksistensi cohesive link tidak menjamin keruntutan suatu wacana. Oleh karenanya ibutuhkan pengetahuan mengenai fungsi setiap ujaran yang ada untuk memahami sebuah diskursus.
Seperti yang dikemukakan Dallmayr (dalam Latif 1996:80) bahasa dan wacana menurut pemahaman fenomenologi justeru diatur dan dihidupkan oleh pengucapan-pengucapan yang bertujuan. Setiap pernyataan adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Analisis wacana dalam perspektif ini berusaha membongkar dan mengungkap maksud-maksud tersembunyi yang ada di balik ujaran-ujaran yang diproduksi.
Secara keseluruhan, sebelum perkembangan analisis wacana kritis, fokut kajian, dan rumusan masalah kajian dalam keenam pendekatan analisis wacana tersebut bisa disajikan sebagai berikut:
Pendekatan Kajian Wacana
Fokus Kajian
Rumusan Masalah
Struktural
Analisis Percakapan
Urutan struktur
Mengapa kemudian itu?
Variasionis
Kategori struktural dalam teks
Mengapa bentuk itu?
Fungsional
Tindak Tutur
Tindakan komunikatif
Bagaimana melakukan sesuatu dengan kata-kata?
Etnografi komunikasi
Komunikasi sebagai perilaku budaya
Bagaimana wacana mencerminkan budaya?
Sosiolinguistik interaksional
Makna linguistik dan sosial yang terbentuk selama berkomunikasi
Apa yang mereka lakukan?
Pragmatika
Makna dalam interaksi
Apa yang hendak dikatakan pembicara?

Belakangan, sejalan dengan perkembangan paradigma kritis, juga berkembang analisis wacana kritis. Analisis wacana kritis mengalami perkembangan sangat pesat karena sangat berpotensi untuk digunakan tidak hanya dalam hubungan asimetris antar dua atau lebih pengguna bahasa, tetapi juga untuk menganalisis konflik sosial antara kelompok masyarakat. Berkenaan dengan analisis wacana kritis ini, berikut disajikan kerangka dasarnya.
1.        Kerangka Dasar Analisis Wacana Kritis
Dua di antara sejumlah ranting aliran analisis wacana kritis yang belakangan sangat dikenal adalah buah karya Norman Fairclough dan Teun van Dijk. Dibanding sejumlah karya lain, buah pikiran van Dijk dinilai lebih jernih dalam merinci struktur, komponen dan unsur-unsur wacana. Karena itu, model analisis wacana kritis ini pula terkesan mendapat tempat tersendiri di kalangan analis wacana kritis.
Kohesi yang merupakan tautan atau hubungan antar bagian dalam wacana sehingga menjadi satu kesatuan, menjadi salah satu kata kunci dalam analisis wacana positivistik. Ini pula yang diperkenalkan lebih awal oleh para pengajar pengantar linguistik kepada para mahasiswanya.
Berbeda dari pandangan tersebut, dalam kerangka analisis wacana kritis, struktur wacana tersusun atas tiga aras yang membentuk satu kesatuan. Masing-masing adalah struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro (macro structure, superstructure, and micro structure). Struktur makro menunjuk pada makna keseluruhan (global meaning) yang dapat dicermati dari tema atau topik yang diangkat oleh suatu wacana.
Superstruktur menunjuk pada kerangka suatu wacana atau skematika, seperti kelaziman percakapan atau tulisan yang dimulai dari pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti oleh kesimpulan, dan diakhiri dengan penutup. Bagian mana yang didahulukan, serta bagian mana yang dikemudiankan, akan diatur demi kepentingan pembuat wacana.
Struktur mikro menunjuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana. Ini dapat digali dari aspek semantik, sintaksis, stilistika, dan retorika. Aspek semantik suatu wacana mencakup latar, rincian, maksud, pengandaian, serta nominalisasi.
Aspek sintaksis suatu wacana berkenaan dengan bagaimana frase dan atau kalimat disusun untuk dikemukakan. Ini mencakup bentuk kalimat, koherensi, serta pemilihan sejumlah kata ganti (pronouns).
Aspek stilistika suatu wacana berkenaan dengan pilihan kata dan lagak gaya yang digunakan oleh pelaku wacana. Dalam kaitan pemilihan kata ganti yang digunakan dalam suatu kalimat, aspek leksikon ini berkaitan erat dengan aspek sintaksis.
Aspek retorik suatu wacana menunjuk pada siasat dan cara yang digunakan oleh pelaku wacana untuk memberikan penekanan pada unsur-unsur yang ingin ditonjolkan. Ini mencakup penampilan grafis, bentuk tulisan, metafora, serta ekspresi yang digunakan.
Dengan menganalisis keseluruhan komponen struktural wacana, dapat diungkap kognisi sosial pembuat wacana. Secara teoretik, pernyataan ini didasarkan pada penalaran bahwa cara memandang terhadap suatu kenyataan akan menentukan corak dan struktur wacana yang dihasilkan. Bila dikehendaki sampai pada ihwal bagaimana wacana tertentu bertali-temali dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat, maka analisis wacana kritis ini harus dilanjutkan dengan analisis sosial.
Banyak topik kajian dalam studi keislaman bisa dipilih untuk didekati dengan analisis wacana. Perdebatan tentang penetapan hari raya iedul fitri, misalnya, cukup menarik untuk dianalisis dengan pendekatan analisis wacana kritis. Demikian pun tentang berbagai bentuk discourse markeryang menjadi pengait antara satu ayat dengan ayat lain dalam Al Qur’an akan sangat bermanfaat bila dianalisis dengan teknik analisis wacana konvensional dengan menekankan pada koherensi dan kohesi teks Al Qur’an. Naskah-naskah ceramah agama pun cukup menarik untuk dianalisis sebagai wacana. [9]
IV.        SIMPULAN
Studi Islam sebenarnya merupakan kajian keilmuan yang telah lama. Ia ada bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah studi Islam secara praktek. Tetapi studi Islam sebagai Ilmu yang tersusun secara sistematis, ilmiyah, dan dibangun sebagai sebuah ilmu yang mandiri baru muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Dewasa ini kajian teks studi Islam mulai berkembang, dan ada pelbagai pendekatan untuk memahami tiap teks studi Islam. Pendekatan tersebut antara lain Normatif, semantik, filologi, hermeneutika dan wacana. Masing-masing pendekatan tersebut punya aspek yang menjadi point of view yang lebih dititik tekankan. Aspek-aspek yang mendasari pendekatan-pendekatan tersebut yaitu :
a.       Pendekatan Normatif : suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
b.      Pendekatan Semantik : upaya pemaknaan terhadap simbol-simbol teks yang berakar dari teks itu sendiri. Pembagian pamahaman makna dalam semantik disajikan dengan beragam latar belakang, mulai dari makna dalam perbedaan suara (fonetik), makna dalam perbedaan gramatikal, makna dalam perbedaan leksikal, dan makna dalam perbedaan sosiolinguistik. Sedangkan pada proses berikutnya semantik lebih memahami pada kontekstulitas teks untuk menghasilkan sebuah makna.
c.       Pendekatan Filologi : juga dapat dikatakan sebagai aliran utama dalam kajian keislaman  modern. Tidak sedikit sarjana Barat yang melakukan kajian teks dan manuskrip Islam, khususnya dalam bahasa Arab, yang tersebar dan tersimpan si perpustakaan-perpustakaan, baik di kawasan Islam maupun di kawasan Barat sendiri.
d.      Pendekatan Hermeneutika : ajaran tantang aturan-aturan yang harus di ikuti dalam menafsirkan sebuah teks dari masa lampau, khususnya teks kitab suci dan teks klasik (yunan dan romawi).
e.       Pendekatan Wacana : Pengucapan-pengucapan yang kompleks dan beraturan, yang mengikuti norma atau standar yang telah pasti dan pada gilirannya mengorganisasikan kenyataan yang tak beraturan.

V.           PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat dan kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi tulisan dan buku referensi. Semoga bermanfaat apa hyang telah kami tuliskan disini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.








DAFTAR PUSTAKA

BakkerAnton dan Achmad Charis Zubair, metode penilitian filsafat, Yogyakarta:kanisius,1990
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuh Filsafat,(Yogyakarta:kanisius, 1993), hal.76
HidayatKomarudin, Memahami Bahasa Agama,Jakarta:Paramadina,1996
Nata Abudin, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidsipliner,Ed. 1-2-Jakarta: Rajawali Pers.2010
NataAbudin, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:rajawali pers,2010
Ngainun, Naim, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:Teras.2009.
Prof. Dr. Mudjiarahardjo. M.Si. http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/231-analisis-wacana-dalam-studi-keislaman-sebuah-pengantar-awal.html diakses pada tanggal 29 Maret 2013. Pukul 11.15.





[1] Nata Abudin, ilmu pendidikan islam,(Jakarta:rajawali pers,2010),hal.40
[2] Ibid.,hal.
[3]Abudin Nata, ilmu pendidikan islam dengan pendekatan multidsipliner,( Ed. 1-2-Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 47.
[4] Naim ngainun, pengantar studi islam,(Yogyakarta:teras,2009),hal. 112
[5] E. Sumaryono, hermeneutik sebuh filsafat,(Yogyakarta:kanisius, 1993), hal.76
[6] Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, metode penilitian filsafat, (Yogyakarta:kanisius,1990),hal.43
[7] Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta:paramadina,1996),hal.13
s[8] Ibid.,hal.117
[9]  Prof. Dr. Mudjiarahardjo. M.Si. http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/231-analisis-wacana-dalam-studi-keislaman-sebuah-pengantar-awal.html diakses pada tanggal 29 Maret 2013. Pukul 11.15.