Selasa, 07 Mei 2013


PENDEKATAN TEKS STUDY ISLAM
MAKALAH
Di susun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Pengantar Study Islam (PSI)
Dosen pengampu : M.Rikza Chamami,MSI


Disusun oleh :
1)                  Abdul Halim                           (093811011)
2)                  Kurnia Fatmawati                   (123911057)
3)                  Lailatul Isnaini                        (123911058)
4)                  Nailur Rahmah                        (123911073)
5)                  Fina Amrina Rosyada             (123911123)




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO (IAIN WALISONGO)
SEMARANG
TAHUN  2013
PENDEKATAN TEKS STUDY ISLAM





I.         PENDAHULUAN
Studi Islam sebenarnya merupakan kajian keilmuan yang telah lama. Ia ada bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah studi Islam secara praktek. Tetapi studi Islam sebagai Ilmu yang tersusun secara sistematis, ilmiyah, dan dibangun sebagai sebuah ilmu yang mandiri baru muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Gelombang perhatian, terhadap agama belakangan ini meningkat tajam. Agama yang dalam kerangka positivisme disertakan dengan mitos dan karenanya diramalkan akan tenggelam dilibas kekuatan ideology dan ilmu pengetahuan, ini kian menunjukkan nyalanya. Perhtian terhadap agama bukan saja berwsifat teologis, yakni dengan meningginya minat menjalani kehidupan yang diyakini berlandaskan ajaran suatu agama yang kini terkenal dengan istilah kebangkitan Agama-agama.
Semangat ini tidak bersifat local tetapi global, membentang dari timur hingga kebarat. Kenyataan ini pada gilirannya mendorong minat ilmiyah terhadap agama. Pendekatan terhadap agama tidak lagi sebatas teologis, setudi perhubungan agama, atau sejarah agama-agama, tetapi telah meluas ke disiplin ilmu-ilmu humaniora lain.
 Secara lebih terperinci, dalam dalam mempelajari suatau agama, ada lima bentuk fenomena agamma sebagai bentuk kebudayaan yang perlu untuk diperhatikan. Lima hal tersebut adalah : 1. Naskah-naskah (scripture), teks, atau sumber ajaran, dan simbol-simbol agama. 2. Sikap, perilkau, dan penghayatan para penganut agama. 3. Ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat agama. 4. Alat-alat atau saran peribadatan. 5. Lembaga atau organisasi keagamaan.
Salah satu fenomena diatas adalah membahas terkait naskah, atau teks, sebagai sumber ajaran Islam, dewasa ini lajian mengenai hal tersebut, mulai menjadi sudut pandang tersendiri. Ada berbagai pendekatan yang digunakan adalam memahami dan menafsirkan teks studi Islam.

II.      RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana yang telah kami paparkan dalam pendahuluan diatas, maka kami dari penulis akan mencoba memaparkan, terkait berbagai pendekatan dalam memahami atau menafsirkan teks studi Islam, karena hal ini merupakan hal yang hakiki untuk merumuskan langkah selanjutnya. Rumusan masalah yang nantinya akan kami bahas yaitu :
A.    Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Normatif?
B.     Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Semantik?
C.    Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Filologi?
D.    Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Hermeneutika?
E.     Bagaimanakah teks studi Islam menurut pendekatan Wacana?

III.   PEMBAHASAN
A.    Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Normatif
Kata Normatif berasal dari bahasa inggris norm yang berarti norma ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kata norma selanjutnya masuk ke dalam kosakata bahasa indonesia dengan arti antara lain ukran untuk menentukan sesuatu atau ugeran[1].
Melihat isi yang tercakup dalam pengertian norma sebagaimana tersebut di atas, maka norma erat hubungannya dengan akhlak, yaitu serangkaian perbuatan yang dinilai baik dan buruk oleh tuhan yang kemudian mempengaruhi tingkah laku manusia.
Selanjutnya, karena akhlak merupakan inti atau jiwa dari agama bahkan inti ajaran Al-Qur’an, maka norma sering di artikan pula agama. Karena agama tersebut berasal dari Allah, dan sesuatu dari Allah pasti benar adanya, maka norma tersebut juga di yakini pasti benar adanya, tidak boleh dilanggar, dan wajib dilaksanakan.
Uraian tentang ruang lingkup atau isi akhlak yang berasal dari agama telah dibcarakan par ulama. Mushafa al-Adawy, dalam kitabnya fikih akhlak misalnya membahas isi akhlak yang berkaitan dengan pengawasan Allah dan berbuat menggapai ridho-Nya, menyebarkan kedamaian, memberikan hadiah, memaafkan orang, keadilan, kemuliaan, membela diri, serta tidak mengharapkan milik orang lain. Syaikh Abu Bakar al-Jazair, dalam bukunya mengenal Etika & Akhlak Islam,menguraikan tentang etika dalam niat, sikap terhadap Allah, sikap terhadap Al-Qur’an, terhadap Rosulullah SAW, terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, dalam persahabatan, dalam duduk dan ketika dalam pertemuan, ketika makan, sebagai tuan rumah, dalam perjalanan, berpakaian, dan membersihkan[2].  
Pendekatan agama secara normatif ini, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
1.    Ajaran Nomatif Perenialis dalam Pendidikan Islam
Pada uraian di atas telah dinyatakan, bahwa ajaran yang bersifat normatif yang bersumber dari ajaran agama-agama di dunia termasuk agama Islam, merupakan ajaran yang menyelamatkan manusia dari keterpurukan hidup dan kesesatan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat modern saat ini. Mereka memerlukan pencerahan kembali melalui ajaran normatif perenealis yang terdapat dalam agama.
Pendidikan Islam, sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya, diharapkan dapat ikut menyelesaikan permasalahan tersebut di atas dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai normatif perenialis tersebut kedalam konsep dan praktik pendidikan Islam.
Usaha untuk menjadikan Islam, dengan sumber utamanya Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sebagai dasar bagi pengembangan Ilmu Pendidikan Islam sesungguhnya sudah dilakukan sejak zaman klasik. Para ulama di zaman klasik secara implisit,  yakni secara langsung dan tidak langsung dalam judul khusus pendidikan islam, melainkan menyelinap atau terintegrasi ke dalam pembahasan mereka dalam berbagai disiplin ilmu dan keahlianya. Para mufasir, misalnya, ketika menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan ketinggian derajat ulama (QS Al-Fatir, 27), kemuliaan orang yang beriman dan berilmu pengetahuan (QS Ai-Mujadilah ayat11), perintah membaca dan menulis (QS Al-Alaq, 1-5), pengajaran tuhan kepada Nabi Adam dan kepada para Nabi lainya hingga Nabi Muhammad SAW. (Al-Baqoroh 12-14, Al-Alaq) dan sebagainya secara tidak langsung telah berbicara tentang pendidikan.
Demikian pula ketika para ahli hadis membahas hadis-hadis yang berkaitan dengan kuwajiban menuntut ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat, atau hingga kenegeri cina,  kuwajiban menuntut ilmu bagi setiap muslimin dan muslimat, kedudukan dan kemuliaan orang yang memiliki ilmu dibandingkan orang yang tidak memiliki ilmu, manfaat ilmu pengetahuan, akhlak yang harus di miliki oleh orang yang mengajar dan menuntut ilmu pengetahuan, dan sebagainya adalah merupakan pembahasan pendidikan Islam dengan menggunakan pendekatan normatif perenialis.[3]

B.     Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Semantik
Semantik berasal dari Bahasa Yunani  semantikos,yang berarti memberikan tanda, penting, dari kata sematanda adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa,kode, atau jenis representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh agen atau komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu.
Kemunculan semantik sebagai bagian dari linguistik yang dimunculkan oleh “Braille” di akhir abad 19 – ini masih menjadi perdebatan terhadap munculnya semantik sebagai disiplin ilmu makna – dengan judul tesisnya Essai de Semantique merupakan suatu perkembangan terhadap kebutuhan makna dalam ilmu kebahasaan.Semantik melakukan upaya pemaknaan terhadap simbol-simbol teks yang berakar dari teks itu sendiri. Pembagian pamahaman makna dalam semantik disajikan dengan beragam latar belakang, mulai dari makna dalam perbedaan suara (fonetik), makna dalam perbedaan gramatikal, makna dalam perbedaan leksikal, dan makna dalam perbedaan sosiolinguistik. Sedangkan pada proses berikutnya semantik lebih memahami pada kontekstulitas teks untuk menghasilkan sebuah makna. Dalam semantik, pergulatan dalam analisa makna suatu teks terus berkembang hingga saat ini, baik yang menganalisa dari unsur leksikal, gramatikal, maupaun kontekstual. Masing-masing memiliki daya analisa yang sambung, yang tidak dapat dilepaskan dalam kajian semantik.
Pendekatan semantik dalam menafsirkan al-Qur’an lebih nampak pada pemaknaan yang mereposisikan teks al-Qur’an pada tekstualitas dan kontekstualitasnya. Selanjutnya semantik sebagai bagian dalam ilmu kebahasaan memberikan daya tambah terhadap dimensi bahasa dan makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Toshihiko Izutsu lebih jauh mengglobalkan pemaknaan al-Qur’an dalam dimensi makna dasar dan makna relasional. Analisa ini mempunyai kecenderungan pemaknaan yang sangat luas dari segala dimensi pembentukan ayat-ayat al-Qur’an. Satu sisi semantik memang memiliki daya teori yang mampu mengungkap makna teks yang lebih tanyeng. Ini membuktikan bahwa antara semantik dan al-Qur’an sama-sama memiliki karakteristik  penganalisisan. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang membawa segala simbol yang menyertai teksnya, baik secara idiologi, kesejarahan, norma, dan segala segmen kehidupan kemanusiaan yang terkandung dalam al-Qur’an. Sedangkan semantik secara disiplin keilmuan membentangkan analisa teks yang sangat khusus sebagai ilmu bantu bahasa.
C.    Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Filologi
Secara etimologi, filologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Philos dan Phileinyang berarti cinta dan logos berarti kata. Pada kedua kata itu membentuk arti cinta kata atau senang bertutur. Makna ini kemudian berkembang menjadi senang belajar atau senang kebudayaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Filologi berarti ilmu tentang perkembangan ilmu kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau tentang kebudayaan berdasarkan bahasa dan sastranya.
Secara terminologis disebut sebagai ilmu yang mempelajari bahasa, budaya dan sejarah suatu bangsa melalui bahan tertulis. Dewasa ini istilah filologi diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki masa kuno dari nilai berdasarkan naskah-naskah tertulis, walaupun ahli filologi akhir-akhir ini mulai menyadari bahwa sedikit pengetahuan tentang linguistik umum, sudah bermanfaat bagi usaha mereka. Ilmu filologi tidak sama dengan ilmu linguistik. Jadi ahli bahasa Jawa kuno misalnya atau ahli bahasa Melayu klasik, tak perlu menjadi spesialis linguistik umum. Demi untuk penelitian filologi, sedikit pengetahuan tentang linguistik umum sudah memadai.
Dari sini filologi dipergunakan pula sebagai sebutan untuk ilmu bahasa sebelum De Saussure dan juga sesudahnya, terutama di Inggris poada abad ke 19, para ahli bahasa sering menyelidiki masa lalu bahasa tertentu dengan tujuan untuk menafsirkan naskah kuno. Dalam menafsirkan naskah kuno tersebut, dilakukan pula penyelidikan berbagai hubungan antara bangsa yang serumpun.
Pendekatan filologi juga dapat dikatakan sebagai aliran utama dalam kajian keislaman  modern. Tidak sedikit sarjana Barat yang melakukan kajian teks dan manuskrip Islam, khususnya dalam bahasa Arab, yang tersebar dan tersimpan si perpustakaan-perpustakaan, baik di kawasan Islam maupun di kawasan Barat sendiri. Berbicara filologi berarti kita berbicara mengenai teks. Pembahasan tentang teks akan terkait dengan pengarangnya. Menyadari teks dan pengarangnya saling bertautan, namun jarang sekali teks dan pengarangnya saling bertautan, namun jarang sekali keduanya hadir bersama-sama dihadapan kita sebagai pembacanya, dalam setiap pemahaman dan penafsiran sebuah teks, faktor subjektifitas pembaca sangat berperan. Oleh karena itu, membaca dalam pandangan Komaruddin Hidayat berarti juga menafsirkan.
Ketika teks hadir dihadapan kita, teks menjadi berbunyi dan berkomunikasi hanya ketika kita membacanya dan membangun makna berdasarkan sisitem tanda yang ada. Jadi, makna itu berada dalam teks, dalam otak pengarang, dan dalam benak pembacanya. Ketiga variabel itu, yaitu the world of the text, the world of the author, dan the world of the reader, masing-masing merupakan titik pusaran tersendiri meskipun kesemuanya saling mendukung__bisa juga sebaliknya, membelokkan__dalam memahami sebuah teks. Inilah sebagian persoalan dalakajian Islam dengan pendekatan filologis.

D.    Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Hermeneutik
Kata hermeneutik berasal dari kata kerja yunani hermeneuin, yang berarti mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau bertindak sebagai penafsir. Munculnya hermeneutik bertujuan untuk menunjukkan ajaran tantang aturan-aturan yang harus di ikuti dalam menafsirkan sebuah teks dari masa lampau, khususnya teks kitab suci dan teks klasik (yunan dan romawi).[4] Hermeneutik di butuhkan karena teks merupakan symbol yang mengandung makna ketika dilihat oleh pembaca, karena pada saat itu pembaca di sudutkan pada dua kondisi yang berbarengan yaitu akrab atau kenal (familiar),dan asing (alien) dengan teks.
Dalam perkembanganya hingga sekarang ini hermeneutik minimal mempunyai tiga pengertian.
Pertama,dapat di artikan sebagai peralihan dari sesuatu yang relative abstrak.(ide dan pemikiran) ke dalam bentuk ungkapan –ungkapan yang konkrit. (bahasa).
Kedua, terdapat usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak di ketaui dalam bahasa lain yang bisa di mengertioleh sang pembaca.
Ketiga, ungkapan dalam bentuk yang belum jelas yang di pindahkan dalam bentuk ungkapan yang lebih jelas.[5]
Dalam studi hermeneutik, unsur interpretasi merupakan kegiatan yang paling penting. Sebab, interpretasi merupakan landasan bagi metode hermeneutik. satu hal penting yang harus di pahami bahwa cara kerja interpretasi bukanlah di lakukan secara bebas dan semau interprener. kerja interpretasi harus dilakukan denga bertumpu pada kerja evidensi objectif, yakni bertolak dari fakta bahwa sebagian besar perbendaharaan ilmu social terdiri atas konsep tindakan, yang di lakukan degan tujuan sedemikia rupa sehinga seseorang dapat bertanya, apa arah, maksud, dan tujuan, atau kehendak yang di maksudkan oleh seseorang tersebut.[6]
Selain usur di atas, unsur lain dalam hemeneutik yang di butuhkan pula adalah bagaimana mengungkap makna sebuah teks asing. Teks memang mempunyai sistemmakna tersendiri dan menyuarakan sejumlah makna. Namun teks hanyalah sebuah tulisan yang belum tentu mewakili pikiran si penulis secara akurat. Oleh karna itu, dalam memperoleh makna yang sebenarnya dalam sebuah teks di butuhkan perhatian secara serius untuk mempertimbangkan beberapa variabel yang ada. Ada tiga variable yang berpran saat proses mengartikan, menerjemahkan, dan menafsirkan pada sebuah teks. Teks menjadi komunikatif bila tiga variable ini di perhatikan, yaitu: the world of teks, the world of author, the world of reader.[7]
Dalam konteks studi islam, hermeneutik biasanya di pahami sebagai sebentuk ‘’ilmu tafsir’’, yang mendalam dan bercorak filosofis. Istilahhermeneutik sendiri dalam sejarah ilmu keilmuan islam, khususnya tafsir al-Qur’an klasik, memang tidak di temukan. Namun demikian, sebagaimana di jelaskan oleh Farid Essack, praktek hermeneutik sebenarnya telah di lakukan oleh umat islam sejak lama, khususnya saat menghadapi al-Qur’an. Buktinya adalah:
Pertama, problema hermneutik itu senangtiasa dialami dan dikaji meski tidak ditampilkan secra devinitif terbukti dengan adanya kajian asbabul-nuzul dan nasakh-mansukh.
Kedua, perbedaan atara komentar-komentar yang actual terhadap al Qur’an (tafsir) dengan aturan, teori,atau metode penafsiran yang di bentuk dalam ilmu tafsir.
Ketiga, tafsir tradisional itu selalu di masukkan dalam katagori-katagori, misalnya tafsir tafsir syi’ah, tafsir mu’tazilah, tafsir hukum maupun tafsir filsafat. Yang kemudian hal ini menunjukan adanya kelompok-kelompok tertentu yang bebeda ideology pula.[8]
Contoh pendekatan hemeneutik dalam studi islam adalah: analisis operasional hermeneutik dalam tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan tafsir Al-Azhar karya Hamka yang di lakukan oleh Fakhrudin Faiz.

E.     Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Wacana
Pendekatan wacana lebih umum disebut analisis wacana. Analisis ini digunakan untuk melacakdan menganalisis historitas lahirnya konsep lengkap dengan latar belakangnya. Teori yang umum digunakan dengan pendekatan ini adalah teori Arkeologi Ilmu Pengetahuanyang ditawarkan Michael Foucault (1926-1884).
            Wacana dalam perspektif ini dimaknai sebagai : Pengucapan-pengucapan yang kompleks dan beraturan, yang mengikuti norma atau standar yang telah pasti dan pada gilirannya mengorganisasikan kenyataan yang tak beraturan. Norma atau standar itu, lebih jauh lagi dianggap ikut menyusun perilaku-perilaku manusia yakni dengan cara memasukkan episode-episode penampilan tertentu dalam kategori-kategori politik, sosial, atau hubungan sosial lainnya (Saphiro dalam Latif, 1996:81).
Pandangan Saphiro ini menyiratkan bahwa kaidah, norma atau standar (dalam hal ini sintaksis dan semantik) sangat menentukan nilai suatu wacana. Secara lebih sederhana, Crystal dan Cook dalam Nunan (1993) mendefinisikan discourse atau wacana sebagai unit bahasa lebih besar daripada kalimat, sering berupa satuan yang runtut/koheren dan memiliki tujuan dan konteks tertentu, seperti ceramah agama, argumen, lelucon atau cerita. Walaupun tidak setegas Saphiro, Nunan melihat pentingnya unsur-unsur keruntutan dan koherensi sebagai hal yang penting untuk menilai sebuah wacana. Sementara Lubis secara lebih netral (2004:149) mendefinisikan wacana/diskursus sebagai 'kumpulan pernyataan-pernyataan yang ditulis atau diucapkan atau dikomunikasikan dengan menggunakan tanda-tanda'. White (dalam Lubis, 2004:149) mengartikannya sebagai 'dasar untuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta dalam masalah-masalah yang dibahas, dan untuk menentukan apa yang sesuai untuk memahami fakta-fakta yang kemudian ditetapkan'. Tidak seperti yang lain White melihat wacana lebih sebagai sebab daripada sebagai akibat atau produk.
Dengan pemahaman wacana seperti tersebut di atas, Nunan 1993 menyatakan bahwa analisis wacana adalah studi mengenai penggunaan bahasa yang memiliki tujuan untuk menunjukkan dan menginterpretasikan adanya hubungan antara tatanan atau pola-pola dengan tujuan yang diekspresikan melalui unit kebahasaan tersebut.Analisis wacana model Nunan ini dilakukan melalui pembedahan dan pencermatan secara mendetil elemen-elemen linguistik seperti kohesi, elipsis, konjungsi, struktur informasi, thema dsb untuk menunjukkan makna yang tidak tertampak pada permukaan sebuah wacana. Misalnya sebuah percakapan yang secara fisik tidak memiliki cohesive links sama sekali dapat menjadi wacana yang runtut dalam konteks tertentu, sementara suatu kelompok kalimat yang memiliki cohesive links justeru tidak atau belum tentu menjadi wacana yang runtut, hingga dapat disimpulkan bahwa eksistensi cohesive link tidak menjamin keruntutan suatu wacana. Oleh karenanya ibutuhkan pengetahuan mengenai fungsi setiap ujaran yang ada untuk memahami sebuah diskursus.
Seperti yang dikemukakan Dallmayr (dalam Latif 1996:80) bahasa dan wacana menurut pemahaman fenomenologi justeru diatur dan dihidupkan oleh pengucapan-pengucapan yang bertujuan. Setiap pernyataan adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Analisis wacana dalam perspektif ini berusaha membongkar dan mengungkap maksud-maksud tersembunyi yang ada di balik ujaran-ujaran yang diproduksi.
Secara keseluruhan, sebelum perkembangan analisis wacana kritis, fokut kajian, dan rumusan masalah kajian dalam keenam pendekatan analisis wacana tersebut bisa disajikan sebagai berikut:
Pendekatan Kajian Wacana
Fokus Kajian
Rumusan Masalah
Struktural
Analisis Percakapan
Urutan struktur
Mengapa kemudian itu?
Variasionis
Kategori struktural dalam teks
Mengapa bentuk itu?
Fungsional
Tindak Tutur
Tindakan komunikatif
Bagaimana melakukan sesuatu dengan kata-kata?
Etnografi komunikasi
Komunikasi sebagai perilaku budaya
Bagaimana wacana mencerminkan budaya?
Sosiolinguistik interaksional
Makna linguistik dan sosial yang terbentuk selama berkomunikasi
Apa yang mereka lakukan?
Pragmatika
Makna dalam interaksi
Apa yang hendak dikatakan pembicara?

Belakangan, sejalan dengan perkembangan paradigma kritis, juga berkembang analisis wacana kritis. Analisis wacana kritis mengalami perkembangan sangat pesat karena sangat berpotensi untuk digunakan tidak hanya dalam hubungan asimetris antar dua atau lebih pengguna bahasa, tetapi juga untuk menganalisis konflik sosial antara kelompok masyarakat. Berkenaan dengan analisis wacana kritis ini, berikut disajikan kerangka dasarnya.
1.        Kerangka Dasar Analisis Wacana Kritis
Dua di antara sejumlah ranting aliran analisis wacana kritis yang belakangan sangat dikenal adalah buah karya Norman Fairclough dan Teun van Dijk. Dibanding sejumlah karya lain, buah pikiran van Dijk dinilai lebih jernih dalam merinci struktur, komponen dan unsur-unsur wacana. Karena itu, model analisis wacana kritis ini pula terkesan mendapat tempat tersendiri di kalangan analis wacana kritis.
Kohesi yang merupakan tautan atau hubungan antar bagian dalam wacana sehingga menjadi satu kesatuan, menjadi salah satu kata kunci dalam analisis wacana positivistik. Ini pula yang diperkenalkan lebih awal oleh para pengajar pengantar linguistik kepada para mahasiswanya.
Berbeda dari pandangan tersebut, dalam kerangka analisis wacana kritis, struktur wacana tersusun atas tiga aras yang membentuk satu kesatuan. Masing-masing adalah struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro (macro structure, superstructure, and micro structure). Struktur makro menunjuk pada makna keseluruhan (global meaning) yang dapat dicermati dari tema atau topik yang diangkat oleh suatu wacana.
Superstruktur menunjuk pada kerangka suatu wacana atau skematika, seperti kelaziman percakapan atau tulisan yang dimulai dari pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti oleh kesimpulan, dan diakhiri dengan penutup. Bagian mana yang didahulukan, serta bagian mana yang dikemudiankan, akan diatur demi kepentingan pembuat wacana.
Struktur mikro menunjuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana. Ini dapat digali dari aspek semantik, sintaksis, stilistika, dan retorika. Aspek semantik suatu wacana mencakup latar, rincian, maksud, pengandaian, serta nominalisasi.
Aspek sintaksis suatu wacana berkenaan dengan bagaimana frase dan atau kalimat disusun untuk dikemukakan. Ini mencakup bentuk kalimat, koherensi, serta pemilihan sejumlah kata ganti (pronouns).
Aspek stilistika suatu wacana berkenaan dengan pilihan kata dan lagak gaya yang digunakan oleh pelaku wacana. Dalam kaitan pemilihan kata ganti yang digunakan dalam suatu kalimat, aspek leksikon ini berkaitan erat dengan aspek sintaksis.
Aspek retorik suatu wacana menunjuk pada siasat dan cara yang digunakan oleh pelaku wacana untuk memberikan penekanan pada unsur-unsur yang ingin ditonjolkan. Ini mencakup penampilan grafis, bentuk tulisan, metafora, serta ekspresi yang digunakan.
Dengan menganalisis keseluruhan komponen struktural wacana, dapat diungkap kognisi sosial pembuat wacana. Secara teoretik, pernyataan ini didasarkan pada penalaran bahwa cara memandang terhadap suatu kenyataan akan menentukan corak dan struktur wacana yang dihasilkan. Bila dikehendaki sampai pada ihwal bagaimana wacana tertentu bertali-temali dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat, maka analisis wacana kritis ini harus dilanjutkan dengan analisis sosial.
Banyak topik kajian dalam studi keislaman bisa dipilih untuk didekati dengan analisis wacana. Perdebatan tentang penetapan hari raya iedul fitri, misalnya, cukup menarik untuk dianalisis dengan pendekatan analisis wacana kritis. Demikian pun tentang berbagai bentuk discourse markeryang menjadi pengait antara satu ayat dengan ayat lain dalam Al Qur’an akan sangat bermanfaat bila dianalisis dengan teknik analisis wacana konvensional dengan menekankan pada koherensi dan kohesi teks Al Qur’an. Naskah-naskah ceramah agama pun cukup menarik untuk dianalisis sebagai wacana. [9]
IV.        SIMPULAN
Studi Islam sebenarnya merupakan kajian keilmuan yang telah lama. Ia ada bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah studi Islam secara praktek. Tetapi studi Islam sebagai Ilmu yang tersusun secara sistematis, ilmiyah, dan dibangun sebagai sebuah ilmu yang mandiri baru muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Dewasa ini kajian teks studi Islam mulai berkembang, dan ada pelbagai pendekatan untuk memahami tiap teks studi Islam. Pendekatan tersebut antara lain Normatif, semantik, filologi, hermeneutika dan wacana. Masing-masing pendekatan tersebut punya aspek yang menjadi point of view yang lebih dititik tekankan. Aspek-aspek yang mendasari pendekatan-pendekatan tersebut yaitu :
a.       Pendekatan Normatif : suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
b.      Pendekatan Semantik : upaya pemaknaan terhadap simbol-simbol teks yang berakar dari teks itu sendiri. Pembagian pamahaman makna dalam semantik disajikan dengan beragam latar belakang, mulai dari makna dalam perbedaan suara (fonetik), makna dalam perbedaan gramatikal, makna dalam perbedaan leksikal, dan makna dalam perbedaan sosiolinguistik. Sedangkan pada proses berikutnya semantik lebih memahami pada kontekstulitas teks untuk menghasilkan sebuah makna.
c.       Pendekatan Filologi : juga dapat dikatakan sebagai aliran utama dalam kajian keislaman  modern. Tidak sedikit sarjana Barat yang melakukan kajian teks dan manuskrip Islam, khususnya dalam bahasa Arab, yang tersebar dan tersimpan si perpustakaan-perpustakaan, baik di kawasan Islam maupun di kawasan Barat sendiri.
d.      Pendekatan Hermeneutika : ajaran tantang aturan-aturan yang harus di ikuti dalam menafsirkan sebuah teks dari masa lampau, khususnya teks kitab suci dan teks klasik (yunan dan romawi).
e.       Pendekatan Wacana : Pengucapan-pengucapan yang kompleks dan beraturan, yang mengikuti norma atau standar yang telah pasti dan pada gilirannya mengorganisasikan kenyataan yang tak beraturan.

V.           PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat dan kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi tulisan dan buku referensi. Semoga bermanfaat apa hyang telah kami tuliskan disini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.








DAFTAR PUSTAKA

BakkerAnton dan Achmad Charis Zubair, metode penilitian filsafat, Yogyakarta:kanisius,1990
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuh Filsafat,(Yogyakarta:kanisius, 1993), hal.76
HidayatKomarudin, Memahami Bahasa Agama,Jakarta:Paramadina,1996
Nata Abudin, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidsipliner,Ed. 1-2-Jakarta: Rajawali Pers.2010
NataAbudin, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:rajawali pers,2010
Ngainun, Naim, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:Teras.2009.
Prof. Dr. Mudjiarahardjo. M.Si. http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/231-analisis-wacana-dalam-studi-keislaman-sebuah-pengantar-awal.html diakses pada tanggal 29 Maret 2013. Pukul 11.15.





[1] Nata Abudin, ilmu pendidikan islam,(Jakarta:rajawali pers,2010),hal.40
[2] Ibid.,hal.
[3]Abudin Nata, ilmu pendidikan islam dengan pendekatan multidsipliner,( Ed. 1-2-Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 47.
[4] Naim ngainun, pengantar studi islam,(Yogyakarta:teras,2009),hal. 112
[5] E. Sumaryono, hermeneutik sebuh filsafat,(Yogyakarta:kanisius, 1993), hal.76
[6] Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, metode penilitian filsafat, (Yogyakarta:kanisius,1990),hal.43
[7] Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta:paramadina,1996),hal.13
s[8] Ibid.,hal.117
[9]  Prof. Dr. Mudjiarahardjo. M.Si. http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/231-analisis-wacana-dalam-studi-keislaman-sebuah-pengantar-awal.html diakses pada tanggal 29 Maret 2013. Pukul 11.15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar