PENDEKATAN TEKS STUDY ISLAM
MAKALAH
Di susun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Pengantar Study Islam (PSI)
Dosen pengampu : M.Rikza Chamami,MSI
Disusun oleh :
1) Abdul Halim (093811011)
2) Kurnia
Fatmawati (123911057)
3) Lailatul Isnaini (123911058)
4) Nailur
Rahmah (123911073)
5) Fina Amrina
Rosyada (123911123)
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO (IAIN WALISONGO)
SEMARANG
TAHUN 2013
PENDEKATAN TEKS
STUDY ISLAM
I. PENDAHULUAN
Studi Islam sebenarnya merupakan kajian keilmuan yang telah lama. Ia ada
bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah
studi Islam secara praktek. Tetapi studi Islam sebagai Ilmu yang tersusun
secara sistematis, ilmiyah, dan dibangun sebagai sebuah ilmu yang mandiri baru
muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Gelombang perhatian, terhadap agama belakangan ini meningkat tajam. Agama
yang dalam kerangka positivisme disertakan dengan mitos dan karenanya
diramalkan akan tenggelam dilibas kekuatan ideology dan ilmu pengetahuan, ini
kian menunjukkan nyalanya. Perhtian terhadap agama bukan saja berwsifat
teologis, yakni dengan meningginya minat menjalani kehidupan yang diyakini
berlandaskan ajaran suatu agama yang kini terkenal dengan istilah kebangkitan
Agama-agama.
Semangat ini tidak bersifat local tetapi global, membentang dari timur
hingga kebarat. Kenyataan ini pada gilirannya mendorong minat ilmiyah terhadap
agama. Pendekatan terhadap agama tidak lagi sebatas teologis, setudi
perhubungan agama, atau sejarah agama-agama, tetapi telah meluas ke disiplin
ilmu-ilmu humaniora lain.
Secara lebih terperinci, dalam dalam mempelajari suatau agama, ada
lima bentuk fenomena agamma sebagai bentuk kebudayaan yang perlu untuk
diperhatikan. Lima hal tersebut adalah : 1. Naskah-naskah (scripture),
teks, atau sumber ajaran, dan simbol-simbol agama. 2. Sikap, perilkau, dan
penghayatan para penganut agama. 3. Ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan
ibadat-ibadat agama. 4. Alat-alat atau saran peribadatan. 5. Lembaga atau
organisasi keagamaan.
Salah satu fenomena diatas adalah membahas terkait naskah, atau teks, sebagai sumber ajaran Islam, dewasa ini
lajian mengenai hal tersebut, mulai menjadi sudut pandang tersendiri. Ada
berbagai pendekatan yang digunakan adalam memahami dan menafsirkan teks studi
Islam.
II. RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana yang telah kami paparkan
dalam pendahuluan diatas, maka kami dari penulis akan mencoba memaparkan,
terkait berbagai pendekatan dalam memahami atau menafsirkan teks studi Islam,
karena hal ini merupakan hal yang hakiki untuk merumuskan langkah selanjutnya. Rumusan masalah yang nantinya akan kami bahas yaitu :
A. Bagaimanakah
teks studi Islam menurut pendekatan Normatif?
B. Bagaimanakah
teks studi Islam menurut pendekatan Semantik?
C. Bagaimanakah
teks studi Islam menurut pendekatan Filologi?
D. Bagaimanakah
teks studi Islam menurut pendekatan Hermeneutika?
E. Bagaimanakah
teks studi Islam menurut pendekatan Wacana?
III. PEMBAHASAN
A. Teks Studi Islam
Menurut Pendekatan Normatif
Kata Normatif berasal dari bahasa inggris norm yang
berarti norma ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang
boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kata norma selanjutnya masuk ke
dalam kosakata bahasa indonesia dengan arti antara lain ukran untuk menentukan
sesuatu atau ugeran[1].
Melihat isi yang
tercakup dalam pengertian norma sebagaimana tersebut di atas, maka norma erat
hubungannya dengan akhlak, yaitu serangkaian perbuatan yang dinilai baik dan
buruk oleh tuhan yang kemudian mempengaruhi tingkah laku manusia.
Selanjutnya, karena akhlak merupakan inti atau jiwa
dari agama bahkan inti ajaran Al-Qur’an, maka norma sering di artikan pula
agama. Karena agama tersebut berasal dari Allah, dan sesuatu dari Allah pasti
benar adanya, maka norma tersebut juga di yakini pasti benar adanya, tidak
boleh dilanggar, dan wajib dilaksanakan.
Uraian tentang ruang lingkup atau isi akhlak yang
berasal dari agama telah dibcarakan par ulama. Mushafa al-Adawy, dalam kitabnya fikih
akhlak misalnya membahas isi akhlak yang berkaitan dengan pengawasan
Allah dan berbuat menggapai ridho-Nya, menyebarkan kedamaian, memberikan
hadiah, memaafkan orang,
keadilan, kemuliaan, membela diri, serta tidak mengharapkan milik orang lain.
Syaikh Abu Bakar al-Jazair, dalam bukunya mengenal Etika & Akhlak
Islam,menguraikan tentang etika dalam niat, sikap terhadap Allah, sikap
terhadap Al-Qur’an, terhadap Rosulullah SAW, terhadap diri sendiri, terhadap
orang tua, dalam persahabatan, dalam duduk dan ketika dalam pertemuan, ketika
makan, sebagai tuan rumah, dalam perjalanan, berpakaian, dan membersihkan[2].
Pendekatan agama secara normatif ini, yaitu suatu
pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari
tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
1. Ajaran Nomatif Perenialis dalam Pendidikan Islam
Pada uraian di atas
telah dinyatakan, bahwa ajaran yang bersifat normatif yang bersumber dari
ajaran agama-agama di dunia termasuk agama Islam, merupakan ajaran yang
menyelamatkan manusia dari keterpurukan hidup dan kesesatan sebagaimana yang
dialami oleh masyarakat modern saat ini. Mereka memerlukan pencerahan kembali melalui ajaran
normatif perenealis yang terdapat dalam agama.
Pendidikan Islam, sebagai bagian dari pendidikan pada
umumnya, diharapkan dapat ikut menyelesaikan permasalahan tersebut di atas
dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai normatif perenialis tersebut kedalam
konsep dan praktik pendidikan Islam.
Usaha untuk menjadikan Islam, dengan sumber utamanya
Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sebagai dasar bagi pengembangan Ilmu Pendidikan Islam
sesungguhnya sudah dilakukan sejak zaman klasik. Para ulama di zaman klasik
secara implisit, yakni secara langsung dan tidak langsung dalam
judul khusus pendidikan islam, melainkan menyelinap atau terintegrasi ke dalam
pembahasan mereka dalam berbagai disiplin ilmu dan keahlianya. Para mufasir,
misalnya, ketika menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan ketinggian derajat
ulama (QS Al-Fatir, 27), kemuliaan orang yang beriman dan berilmu pengetahuan
(QS Ai-Mujadilah ayat11), perintah membaca dan menulis (QS Al-Alaq, 1-5),
pengajaran tuhan kepada Nabi Adam dan kepada para Nabi lainya hingga Nabi
Muhammad SAW. (Al-Baqoroh 12-14, Al-Alaq) dan sebagainya secara tidak langsung
telah berbicara tentang pendidikan.
Demikian pula ketika
para ahli hadis membahas hadis-hadis yang berkaitan dengan kuwajiban menuntut
ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat, atau hingga kenegeri cina, kuwajiban
menuntut ilmu bagi setiap muslimin dan muslimat, kedudukan dan kemuliaan orang
yang memiliki ilmu dibandingkan orang yang tidak memiliki ilmu, manfaat ilmu
pengetahuan, akhlak yang harus di miliki oleh orang yang mengajar dan menuntut
ilmu pengetahuan, dan sebagainya adalah merupakan pembahasan pendidikan Islam
dengan menggunakan pendekatan normatif perenialis.[3]
B. Teks Studi Islam Menurut Pendekatan Semantik
Semantik berasal dari Bahasa Yunani semantikos,yang berarti memberikan
tanda, penting, dari kata sema, tanda adalah
cabang linguistik yang mempelajari makna yang
terkandung pada suatu bahasa,kode, atau jenis
representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari
ekspresi makna: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih
sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh agen atau komunitas
pada suatu kondisi atau konteks tertentu.
Kemunculan semantik sebagai bagian dari
linguistik yang dimunculkan oleh “Braille” di akhir abad 19 – ini masih menjadi
perdebatan terhadap munculnya semantik sebagai disiplin ilmu makna – dengan
judul tesisnya Essai de Semantique merupakan suatu perkembangan terhadap
kebutuhan makna dalam ilmu kebahasaan.Semantik melakukan upaya pemaknaan
terhadap simbol-simbol teks yang berakar dari teks itu sendiri. Pembagian
pamahaman makna dalam semantik disajikan dengan beragam latar belakang, mulai
dari makna dalam perbedaan suara (fonetik), makna dalam perbedaan gramatikal,
makna dalam perbedaan leksikal, dan makna dalam perbedaan sosiolinguistik. Sedangkan pada proses berikutnya semantik lebih
memahami pada kontekstulitas teks untuk menghasilkan sebuah makna. Dalam semantik,
pergulatan dalam analisa makna suatu teks terus berkembang hingga saat ini,
baik yang menganalisa dari unsur leksikal, gramatikal, maupaun kontekstual.
Masing-masing memiliki daya analisa yang sambung, yang tidak dapat dilepaskan
dalam kajian semantik.
Pendekatan semantik dalam menafsirkan
al-Qur’an lebih nampak pada pemaknaan yang mereposisikan teks al-Qur’an pada
tekstualitas dan kontekstualitasnya. Selanjutnya
semantik sebagai bagian dalam ilmu kebahasaan memberikan daya tambah terhadap
dimensi bahasa dan makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Toshihiko Izutsu
lebih jauh mengglobalkan pemaknaan al-Qur’an dalam dimensi makna dasar dan
makna relasional. Analisa ini mempunyai kecenderungan pemaknaan yang sangat
luas dari segala dimensi pembentukan ayat-ayat al-Qur’an. Satu sisi semantik
memang memiliki daya teori yang mampu mengungkap makna teks yang lebih tanyeng.
Ini membuktikan bahwa antara semantik dan al-Qur’an sama-sama memiliki
karakteristik penganalisisan. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang membawa
segala simbol yang menyertai teksnya, baik secara idiologi, kesejarahan, norma,
dan segala segmen kehidupan kemanusiaan yang terkandung dalam al-Qur’an.
Sedangkan semantik secara disiplin keilmuan membentangkan analisa teks yang
sangat khusus sebagai ilmu bantu bahasa.
C. Teks Studi Islam
Menurut Pendekatan Filologi
Secara etimologi, filologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Philos dan Phileinyang
berarti cinta dan logos berarti kata. Pada kedua kata itu
membentuk arti cinta kata atau senang bertutur. Makna ini kemudian berkembang
menjadi senang belajar atau senang kebudayaan. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, Filologi berarti ilmu tentang perkembangan ilmu kerohanian suatu
bangsa dan kekhususannya atau tentang kebudayaan berdasarkan bahasa dan sastranya.
Secara terminologis disebut sebagai ilmu yang mempelajari bahasa, budaya
dan sejarah suatu bangsa melalui bahan tertulis. Dewasa ini istilah filologi
diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki masa kuno dari nilai berdasarkan
naskah-naskah tertulis, walaupun ahli filologi akhir-akhir ini mulai menyadari
bahwa sedikit pengetahuan tentang linguistik umum, sudah bermanfaat bagi usaha
mereka. Ilmu filologi tidak sama dengan ilmu linguistik. Jadi ahli bahasa Jawa
kuno misalnya atau ahli bahasa Melayu klasik, tak perlu menjadi spesialis
linguistik umum. Demi untuk penelitian filologi, sedikit pengetahuan tentang
linguistik umum sudah memadai.
Dari sini filologi dipergunakan pula sebagai sebutan untuk ilmu bahasa
sebelum De Saussure dan juga sesudahnya, terutama di Inggris
poada abad ke 19, para ahli bahasa sering menyelidiki masa lalu bahasa tertentu
dengan tujuan untuk menafsirkan naskah kuno. Dalam menafsirkan naskah kuno tersebut, dilakukan pula penyelidikan
berbagai hubungan antara bangsa yang serumpun.
Pendekatan filologi juga dapat dikatakan sebagai aliran utama dalam kajian
keislaman modern. Tidak sedikit sarjana Barat yang melakukan kajian
teks dan manuskrip Islam, khususnya dalam bahasa Arab, yang tersebar dan
tersimpan si perpustakaan-perpustakaan, baik di kawasan Islam maupun di kawasan
Barat sendiri. Berbicara filologi berarti kita berbicara mengenai teks.
Pembahasan tentang teks akan terkait dengan pengarangnya. Menyadari teks dan
pengarangnya saling bertautan, namun jarang sekali teks dan pengarangnya saling
bertautan, namun jarang sekali keduanya hadir bersama-sama dihadapan kita
sebagai pembacanya, dalam setiap pemahaman dan penafsiran sebuah teks, faktor
subjektifitas pembaca sangat berperan. Oleh karena itu, membaca dalam pandangan
Komaruddin Hidayat berarti juga menafsirkan.
Ketika teks hadir dihadapan kita, teks menjadi berbunyi dan berkomunikasi
hanya ketika kita membacanya dan membangun makna berdasarkan sisitem tanda yang
ada. Jadi, makna itu berada dalam teks, dalam otak pengarang, dan dalam benak
pembacanya. Ketiga variabel itu, yaitu the world of the text, the world of the
author, dan the world of the reader, masing-masing merupakan titik pusaran
tersendiri meskipun kesemuanya saling mendukung__bisa juga sebaliknya,
membelokkan__dalam memahami sebuah teks. Inilah sebagian persoalan dalakajian
Islam dengan pendekatan filologis.
D. Teks Studi Islam
Menurut Pendekatan Hermeneutik
Kata hermeneutik berasal dari kata kerja yunani hermeneuin, yang
berarti mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau bertindak sebagai
penafsir. Munculnya hermeneutik bertujuan untuk menunjukkan ajaran tantang
aturan-aturan yang harus di ikuti dalam menafsirkan sebuah teks dari masa
lampau, khususnya teks kitab suci dan teks klasik (yunan dan romawi).[4] Hermeneutik
di butuhkan karena teks merupakan symbol yang mengandung makna ketika dilihat
oleh pembaca, karena pada saat itu pembaca di sudutkan pada dua kondisi yang
berbarengan yaitu akrab atau kenal (familiar),dan asing (alien) dengan teks.
Dalam perkembanganya hingga sekarang ini hermeneutik minimal mempunyai tiga
pengertian.
Pertama,dapat di artikan sebagai
peralihan dari sesuatu yang relative abstrak.(ide dan pemikiran) ke dalam
bentuk ungkapan –ungkapan yang konkrit. (bahasa).
Kedua, terdapat usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing
yang maknanya gelap tidak di ketaui dalam bahasa lain yang bisa di mengertioleh
sang pembaca.
Ketiga, ungkapan dalam bentuk yang belum jelas yang di
pindahkan dalam bentuk ungkapan yang lebih jelas.[5]
Dalam studi hermeneutik, unsur interpretasi merupakan kegiatan yang paling
penting. Sebab, interpretasi merupakan landasan bagi metode hermeneutik. satu
hal penting yang harus di pahami bahwa cara kerja interpretasi bukanlah di
lakukan secara bebas dan semau interprener. kerja interpretasi harus dilakukan
denga bertumpu pada kerja evidensi objectif, yakni bertolak dari fakta bahwa
sebagian besar perbendaharaan ilmu social terdiri atas konsep tindakan, yang di
lakukan degan tujuan sedemikia rupa sehinga seseorang dapat bertanya, apa arah,
maksud, dan tujuan, atau kehendak yang di maksudkan oleh seseorang tersebut.[6]
Selain usur di atas, unsur lain dalam hemeneutik yang di butuhkan pula
adalah bagaimana mengungkap makna sebuah teks asing. Teks memang mempunyai
sistemmakna tersendiri dan menyuarakan sejumlah makna. Namun teks hanyalah
sebuah tulisan yang belum tentu mewakili pikiran si penulis secara akurat. Oleh
karna itu, dalam memperoleh makna yang sebenarnya dalam sebuah teks di butuhkan
perhatian secara serius untuk mempertimbangkan beberapa variabel yang ada. Ada
tiga variable yang berpran saat proses mengartikan, menerjemahkan, dan
menafsirkan pada sebuah teks. Teks menjadi komunikatif bila tiga variable ini di
perhatikan, yaitu: the world of teks, the world of author, the world of reader.[7]
Dalam konteks studi islam, hermeneutik biasanya di pahami sebagai sebentuk
‘’ilmu tafsir’’, yang mendalam dan bercorak filosofis. Istilahhermeneutik
sendiri dalam sejarah ilmu keilmuan islam, khususnya tafsir al-Qur’an klasik,
memang tidak di temukan. Namun demikian, sebagaimana di jelaskan oleh Farid
Essack, praktek hermeneutik sebenarnya telah di lakukan oleh umat islam sejak
lama, khususnya saat menghadapi al-Qur’an. Buktinya adalah:
Pertama, problema hermneutik itu senangtiasa dialami dan dikaji meski tidak
ditampilkan secra devinitif terbukti dengan adanya kajian asbabul-nuzul dan
nasakh-mansukh.
Kedua, perbedaan atara komentar-komentar yang actual terhadap al Qur’an
(tafsir) dengan aturan, teori,atau metode penafsiran yang di bentuk dalam ilmu
tafsir.
Ketiga, tafsir tradisional itu selalu di
masukkan dalam katagori-katagori, misalnya tafsir tafsir syi’ah, tafsir
mu’tazilah, tafsir hukum maupun tafsir filsafat. Yang kemudian hal ini menunjukan adanya kelompok-kelompok tertentu yang
bebeda ideology pula.[8]
Contoh pendekatan hemeneutik dalam studi islam adalah: analisis operasional
hermeneutik dalam tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan tafsir Al-Azhar
karya Hamka yang di lakukan oleh Fakhrudin Faiz.
E. Teks Studi Islam
Menurut Pendekatan Wacana
Pendekatan wacana lebih umum disebut analisis wacana. Analisis ini digunakan
untuk melacakdan menganalisis historitas lahirnya konsep lengkap dengan latar
belakangnya. Teori yang umum digunakan dengan pendekatan ini adalah teori
Arkeologi Ilmu Pengetahuanyang ditawarkan Michael Foucault (1926-1884).
Wacana dalam perspektif ini dimaknai sebagai :
Pengucapan-pengucapan yang kompleks dan beraturan, yang mengikuti norma atau
standar yang telah pasti dan pada gilirannya mengorganisasikan kenyataan yang
tak beraturan. Norma atau standar itu, lebih jauh lagi dianggap ikut menyusun
perilaku-perilaku manusia yakni dengan cara memasukkan episode-episode
penampilan tertentu dalam kategori-kategori politik, sosial, atau hubungan
sosial lainnya (Saphiro dalam Latif, 1996:81).
Pandangan Saphiro ini menyiratkan bahwa kaidah, norma atau standar (dalam
hal ini sintaksis dan semantik) sangat menentukan nilai suatu wacana. Secara
lebih sederhana, Crystal dan Cook dalam Nunan (1993) mendefinisikan discourse
atau wacana sebagai unit bahasa lebih besar daripada kalimat, sering berupa satuan
yang runtut/koheren dan memiliki tujuan dan konteks tertentu, seperti ceramah
agama, argumen, lelucon atau cerita. Walaupun tidak setegas Saphiro, Nunan
melihat pentingnya unsur-unsur keruntutan dan koherensi sebagai hal yang
penting untuk menilai sebuah wacana. Sementara Lubis secara lebih netral
(2004:149) mendefinisikan wacana/diskursus sebagai 'kumpulan
pernyataan-pernyataan yang ditulis atau diucapkan atau dikomunikasikan dengan
menggunakan tanda-tanda'. White (dalam Lubis, 2004:149) mengartikannya sebagai
'dasar untuk memutuskan apa yang akan ditetapkan sebagai suatu fakta dalam
masalah-masalah yang dibahas, dan untuk menentukan apa yang sesuai untuk
memahami fakta-fakta yang kemudian ditetapkan'. Tidak seperti yang lain White
melihat wacana lebih sebagai sebab daripada sebagai akibat atau produk.
Dengan pemahaman wacana seperti tersebut
di atas, Nunan 1993 menyatakan bahwa analisis wacana adalah studi mengenai
penggunaan bahasa yang memiliki tujuan untuk menunjukkan dan
menginterpretasikan adanya hubungan antara tatanan atau pola-pola dengan tujuan
yang diekspresikan melalui unit kebahasaan tersebut.Analisis wacana model Nunan
ini dilakukan melalui pembedahan dan pencermatan secara mendetil elemen-elemen
linguistik seperti kohesi, elipsis, konjungsi, struktur informasi, thema dsb
untuk menunjukkan makna yang tidak tertampak pada permukaan sebuah wacana.
Misalnya sebuah percakapan yang secara fisik tidak memiliki cohesive
links sama sekali dapat menjadi wacana yang runtut dalam konteks
tertentu, sementara suatu kelompok kalimat yang memiliki cohesive links justeru
tidak atau belum tentu menjadi wacana yang runtut, hingga dapat disimpulkan
bahwa eksistensi cohesive link tidak menjamin keruntutan suatu wacana. Oleh karenanya ibutuhkan pengetahuan mengenai fungsi
setiap ujaran yang ada untuk memahami sebuah diskursus.
Seperti yang dikemukakan Dallmayr (dalam Latif 1996:80) bahasa dan wacana
menurut pemahaman fenomenologi justeru diatur dan dihidupkan oleh
pengucapan-pengucapan yang bertujuan. Setiap pernyataan adalah tindakan
penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri
sang pembicara. Analisis wacana dalam perspektif ini berusaha membongkar dan
mengungkap maksud-maksud tersembunyi yang ada di balik ujaran-ujaran yang diproduksi.
Secara keseluruhan, sebelum perkembangan analisis
wacana kritis, fokut kajian, dan rumusan masalah kajian dalam keenam pendekatan
analisis wacana tersebut bisa disajikan sebagai berikut:
Pendekatan Kajian Wacana
|
Fokus Kajian
|
Rumusan Masalah
|
|
Struktural
|
Analisis Percakapan
|
Urutan struktur
|
Mengapa kemudian itu?
|
Variasionis
|
Kategori struktural dalam
teks
|
Mengapa bentuk itu?
|
|
Fungsional
|
Tindak Tutur
|
Tindakan komunikatif
|
Bagaimana melakukan sesuatu
dengan kata-kata?
|
Etnografi komunikasi
|
Komunikasi sebagai perilaku
budaya
|
Bagaimana wacana
mencerminkan budaya?
|
|
Sosiolinguistik
interaksional
|
Makna linguistik dan sosial
yang terbentuk selama berkomunikasi
|
Apa yang mereka lakukan?
|
|
Pragmatika
|
Makna dalam interaksi
|
Apa yang hendak dikatakan
pembicara?
|
Belakangan, sejalan dengan perkembangan paradigma kritis, juga berkembang
analisis wacana kritis. Analisis wacana kritis mengalami perkembangan sangat
pesat karena sangat berpotensi untuk digunakan tidak hanya dalam hubungan
asimetris antar dua atau lebih pengguna bahasa, tetapi juga untuk menganalisis
konflik sosial antara kelompok masyarakat. Berkenaan dengan analisis wacana
kritis ini, berikut disajikan kerangka dasarnya.
1. Kerangka Dasar
Analisis Wacana Kritis
Dua di antara sejumlah ranting aliran analisis wacana kritis yang
belakangan sangat dikenal adalah buah karya Norman Fairclough dan Teun van
Dijk. Dibanding sejumlah karya lain, buah pikiran van Dijk dinilai lebih jernih
dalam merinci struktur, komponen dan unsur-unsur wacana. Karena itu, model
analisis wacana kritis ini pula terkesan mendapat tempat tersendiri di kalangan
analis wacana kritis.
Kohesi yang merupakan tautan atau hubungan antar bagian dalam wacana
sehingga menjadi satu kesatuan, menjadi salah satu kata kunci dalam analisis
wacana positivistik. Ini pula yang diperkenalkan lebih awal oleh para pengajar
pengantar linguistik kepada para mahasiswanya.
Berbeda dari pandangan tersebut, dalam kerangka analisis wacana kritis,
struktur wacana tersusun atas tiga aras yang membentuk satu kesatuan.
Masing-masing adalah struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro (macro structure, superstructure, and micro structure). Struktur makro menunjuk pada makna keseluruhan (global meaning) yang dapat dicermati dari tema atau topik yang diangkat oleh suatu
wacana.
Superstruktur menunjuk pada kerangka
suatu wacana atau skematika, seperti kelaziman percakapan atau tulisan yang
dimulai dari pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti oleh
kesimpulan, dan diakhiri dengan penutup. Bagian mana yang didahulukan, serta bagian mana yang dikemudiankan, akan
diatur demi kepentingan pembuat wacana.
Struktur mikro menunjuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana.
Ini dapat digali dari aspek semantik, sintaksis, stilistika, dan retorika.
Aspek semantik suatu wacana mencakup latar, rincian, maksud, pengandaian, serta
nominalisasi.
Aspek sintaksis suatu wacana berkenaan dengan bagaimana frase dan atau
kalimat disusun untuk dikemukakan. Ini mencakup bentuk kalimat, koherensi,
serta pemilihan sejumlah kata ganti (pronouns).
Aspek stilistika suatu wacana berkenaan dengan pilihan kata dan lagak gaya
yang digunakan oleh pelaku wacana. Dalam kaitan pemilihan kata ganti yang
digunakan dalam suatu kalimat, aspek leksikon ini berkaitan erat dengan aspek
sintaksis.
Aspek retorik suatu wacana menunjuk pada siasat dan cara yang digunakan
oleh pelaku wacana untuk memberikan penekanan pada unsur-unsur yang ingin
ditonjolkan. Ini mencakup penampilan grafis, bentuk tulisan, metafora, serta
ekspresi yang digunakan.
Dengan menganalisis keseluruhan komponen struktural wacana, dapat diungkap
kognisi sosial pembuat wacana. Secara teoretik, pernyataan ini didasarkan pada
penalaran bahwa cara memandang terhadap suatu kenyataan akan menentukan corak
dan struktur wacana yang dihasilkan. Bila dikehendaki sampai pada ihwal
bagaimana wacana tertentu bertali-temali dengan struktur sosial dan pengetahuan
yang berkembang dalam masyarakat, maka analisis wacana kritis ini harus
dilanjutkan dengan analisis sosial.
Banyak topik kajian dalam studi keislaman bisa dipilih untuk didekati
dengan analisis wacana. Perdebatan tentang penetapan hari raya iedul fitri,
misalnya, cukup menarik untuk dianalisis dengan pendekatan analisis wacana
kritis. Demikian pun tentang berbagai bentuk discourse markeryang menjadi pengait antara satu ayat dengan ayat lain dalam Al Qur’an akan
sangat bermanfaat bila dianalisis dengan teknik analisis wacana konvensional
dengan menekankan pada koherensi dan kohesi teks Al Qur’an. Naskah-naskah
ceramah agama pun cukup menarik untuk dianalisis sebagai wacana. [9]
IV. SIMPULAN
Studi Islam sebenarnya merupakan kajian keilmuan yang telah lama. Ia ada
bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah
studi Islam secara praktek. Tetapi studi Islam sebagai Ilmu yang tersusun
secara sistematis, ilmiyah, dan dibangun sebagai sebuah ilmu yang mandiri baru
muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Dewasa ini kajian teks studi Islam mulai
berkembang, dan ada pelbagai pendekatan untuk memahami tiap teks studi Islam.
Pendekatan tersebut antara lain Normatif, semantik, filologi, hermeneutika dan
wacana. Masing-masing pendekatan tersebut punya aspek yang menjadi point
of view yang lebih dititik tekankan. Aspek-aspek yang mendasari
pendekatan-pendekatan tersebut yaitu :
a. Pendekatan Normatif : suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan
asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
b. Pendekatan Semantik : upaya pemaknaan
terhadap simbol-simbol teks yang berakar dari teks itu sendiri. Pembagian
pamahaman makna dalam semantik disajikan dengan beragam latar belakang, mulai
dari makna dalam perbedaan suara (fonetik), makna dalam perbedaan gramatikal,
makna dalam perbedaan leksikal, dan makna dalam perbedaan sosiolinguistik.
Sedangkan pada proses berikutnya semantik lebih memahami pada kontekstulitas
teks untuk menghasilkan sebuah makna.
c. Pendekatan Filologi : juga dapat
dikatakan sebagai aliran utama dalam kajian keislaman modern. Tidak
sedikit sarjana Barat yang melakukan kajian teks dan manuskrip Islam, khususnya
dalam bahasa Arab, yang tersebar dan tersimpan si perpustakaan-perpustakaan,
baik di kawasan Islam maupun di kawasan Barat sendiri.
d. Pendekatan Hermeneutika : ajaran tantang
aturan-aturan yang harus di ikuti dalam menafsirkan sebuah teks dari masa
lampau, khususnya teks kitab suci dan teks klasik (yunan dan romawi).
e. Pendekatan Wacana : Pengucapan-pengucapan
yang kompleks dan beraturan, yang mengikuti norma atau standar yang telah pasti
dan pada gilirannya mengorganisasikan kenyataan yang tak beraturan.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat dan
kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari segi tulisan dan buku referensi. Semoga bermanfaat apa hyang telah
kami tuliskan disini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, Anton dan Achmad Charis Zubair, metode
penilitian filsafat, Yogyakarta:kanisius,1990
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuh Filsafat,(Yogyakarta:kanisius,
1993), hal.76
Hidayat, Komarudin, Memahami Bahasa Agama,Jakarta:Paramadina,1996
Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam dengan
Pendekatan Multidsipliner,Ed. 1-2-Jakarta: Rajawali Pers.2010
Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan
Islam,(Jakarta:rajawali pers,2010
Ngainun, Naim, Pengantar Studi Islam,
Yogyakarta:Teras.2009.
Prof. Dr. Mudjiarahardjo. M.Si. http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/231-analisis-wacana-dalam-studi-keislaman-sebuah-pengantar-awal.html diakses pada tanggal 29 Maret 2013. Pukul 11.15.
[3]Abudin Nata, ilmu pendidikan islam dengan pendekatan multidsipliner,( Ed.
1-2-Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 47.
[6] Anton Bakker dan
Achmad Charis Zubair, metode
penilitian filsafat,
(Yogyakarta:kanisius,1990),hal.43
[9] Prof. Dr. Mudjiarahardjo. M.Si. http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/231-analisis-wacana-dalam-studi-keislaman-sebuah-pengantar-awal.html diakses pada tanggal 29 Maret 2013. Pukul 11.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar